twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Tuesday, February 4, 2014

RERAHINAN JAGAT

RERAINAN JAGAT


KAJIAN MATERI.

Materi ini menjadi pilihan topik yang perlu dikaji lebih mendalam. Selama ini, hari-hari yang dinamakan rerainan lebih diaktualisasikan dalam suatu bentuk persembahan ( wujud ) ritual berupa banten dan segehan/caru yang dibingkai dengan tatanan nistamadya, dan utama, serta dibarengi dengan gerak laku ( karma marga ) yakni persembahan diri ( persembahyangan ).


LATAR BELAKANG.

Ada baiknya, perayaan hari raya yang telah berjalan di masyarakat tersebut direnungkan kembali. Mencari tahu, sejak kapan rerainan itu mentradisi di Bali ?, Mengapa rerainan itu ada, tentunya ada makna, tujuan, dan sudah dipastikan harinya ( dewasa ) ?, serta masyarakat sudah secara turun temurun melaksanakannya tanpa berani merubah, apalagi meniadakannya. Sebelum melangkah lebih jauh untuk melakukan pengkajian materi ini, perlu diketahui latar belakang agenda kegiatan ini diadakan.

NITI SASTRA

Panca Stiti Dharmaning Prabhu,Pancadasa Paramiteng Prabhu,Sad Warnaning Rajaniti, Panca Upaya Sandhi, dan Nawa Natya


KATA PENGANTAR

Om swastyastu
           
            Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Idha Shang Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kerta wara nugrahaNyalah, penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu dan tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pengajar dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini,dari dukungan ide,materi,dan motivasi.
            Makalah dibuat dalam rangka melengkapi tugas sebagai nilai dari mata kuliah Nitisastra. Makalah ini akan membahas tentang ajaran-ajaran tentang kepemimpinan.
            Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak kekurangan hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembacanya.

PURNAMA DAN TILEM

Purnama Dan Tilem

Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi. Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali.


Pada hari Purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra, sedangkan pada hari Tilem dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya merupakan manifestasi dari Hyang Widhi yang berfungsi sebagai pelebur segala kekotoran (mala). Pada kedua hari ini hendaknya diadakan upacara persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya. Beberapa sloka yang berkaitan dengan hari Purnama dan Tilem dapat ditemui dalam Sundarigama yang mana disebutkan:

Monday, February 3, 2014

MAKNA DARI HARI TUMPEK LANDEP. DI JAMAN ERA SERBA INSTAN

 MAKNA DARI HARI TUMPEK LANDEP. DI JAMAN ERA SERBA INSTAN
Tumpek Landep.

Dari sudut pandang Pasupati. Di dalam sebuah lembaga kehidupan – biji sinar Matahari, terkandung Sanghyang Tripurusa ; dan atas kehendak, Sanghyang Paramasiwa memasuki Sanghyang Sadhasiwa, Sanghyang Sadasiwa memasuki Sanghyang Sadarudra alias Siwa, kemudian memasuki Dewa Wisnu, sebagai Sanghyang Pasupati. Analoginya seperti ini, seandainya biji Anung ( Atom ) tidak dilapisi oleh zat air maka apa saja yang dimasuki akan Pralaya – hangus terbakar. Lapisan yang kuat dari Dewa Wisnu disebut Kulit Ari. Di dalam kulit Ari selalu akan ada cairan bening, berasal dari air suci Dewa Wisnu ; Dewa Wisnu, merupakan manifestasi Tuhan dalam konteks menciptakan pelindung. Sanghyang Pasupati erat kaitannya dengan kelahiran Manusia.

Sinar Matahari dan Bulan dikatakan sebagai perantara pati dan urip. Dalam tattwa Kalepasan dan Kamoksan dijelaskan, bahwa datang dan perginya Paratma ke Alam Sorga sebagai perantaranya adalah Cahaya Matahari dan Bulan. Sinar Bulan menurunkan zat-zat dari Pretiwi yang melapisi Bhuana sebagai media dari Paratma. Media itu, yakni :

Sedikit Pemaparan Tentang Pelinggih Yang Ada di Merajan Saya

Sedikit Pemaparan Tentang Pelinggih Yang Ada di Merajan 
            Kata pura berasal dari kata Sanskerta yang berarti kota atau benteng, artinya tempat yang dibuat khusus dengan dipagari tembok untuk mengadakan kontak dengan kekuatan suci. Tempat khusus ini di Bali disebut dengan nama pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk pemujaan Hyang Widi beserta manifestasinya dan roh suci leluhur. Berdasarkan bukti-bukti prasasti yang ditemukan di Bali, kata pura untuk menamai tempat suci belum ditemukan pada jaman Bali Kuna. Pada prasasti Turunyan AI tahun 891M disebutkan Sanghyang Turun-hyang artinya tempat suci di Turunyan. Demikian pula di dalam prasasti Pura Kehen A disebutkan pujaan kepada Hyang Karimana, Hyang Api, dan Hyang Tanda. Artinya tempat suci untuk Dewa Karimana, tempat suci untuk Dewa Api dan tempat suci untuk Dewa Tanda. Dan penjelasan prasasti tersebut diketahui bahwa pada jaman Bali Kuna yang berlangsung dari kurun waktu tahun 800 - 1343 M dipakai kata Hyang untuk menyebut tempat suci di Bali.

HAKIKAT DAN PELAKSANAAN PITRA YADNYA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang.
            Kerangka dasar ajaran agama Hindu adalah Tatwa (filsafat), Susila (ethika) dan upacara (rituil). Ketingga kerangka dasar tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu kesatuan yang harus dimiliki dan dilaksanakan (Anonim, 1968). Kehidupan masyarakat Bali sehari-harinya didasari atas filsafat Tri Hita Karana yaitu kearmonisan hidup yang bahagia dengan tiga sumber penyebab yang tidak lain adalah dari Tuhan, manusia dan alam sekitarnya ( Purnomohadi, 1993). Penerapan Tri Hita Karana dalam pelaksanaan upacara dan yadnya pada kehidupan sehari-harinya adalah sebagai berikut :

Sunday, February 2, 2014

Panca Yadnya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang.
            Kerangka dasar ajaran agama Hindu adalah Tatwa (filsafat), Susila (ethika) dan upacara (rituil). Ketingga kerangka dasar tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu kesatuan yang harus dimiliki dan dilaksanakan (Anonim, 1968). Kehidupan masyarakat Bali sehari-harinya didasari atas filsafat Tri Hita Karana yaitu kearmonisan hidup yang bahagia dengan tiga sumber penyebab yang tidak lain adalah dari Tuhan, manusia dan alam sekitarnya ( Purnomohadi, 1993). Penerapan Tri Hita Karana dalam pelaksanaan upacara dan yadnya pada kehidupan sehari-harinya adalah sebagai berikut :

UTS Saiva Sidhanta

UTS Saiva Siddhanta II
“Beberapa Jenis Banten dalam Upacara Beserta Proses Kristalisasi Sekte Yang Ada di Dalamnya”

Dosen pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H



 


IHDN
DENPASAR

Oleh  :

      Nama : Ketut Juli Sastrawan
                                              Nim     :(10.1.1.1.1.3879)
                                                     Prodi  : PAH. B/5




JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
 DENPASAR
2012

1.   Pengertian, Bagian, dan Kristalisasi Sekte Dalam Canang Sari
            Canang berasal dari kata "Can" yang berarti indah, sedangkan "Nang" berarti tujuan atau maksud (bhs. Kawi arau Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Canang adalah satu bentuk sesajen yang berupa janur dibuat segi empat dengan dihiasi bunga. Dalam kitab Bhagawadgita, saat Khrisna (avatar Wisnu) memberikan wejangan kepada Arjuna, ada disebutkan permintaan Tuhan kepada manusia, yang kutipannya “Kepada mereka yang mempersembahkan daun, bunga, buah, dan air kepada-Ku secara tulus ikhlas, maka Aku akan menerimanya dan memberikan kebahagiaan kepada mereka”. Secara logis bisa dihubungkan ucapan Khrisna ini dengan kondisi masyarakat Hindu Bali yang mempercayai persembahan berupa sesajen yang terdiri dari unsur daun, bunga, buah, dan air dengan tulus adalah bukti bakti umat kepada Tuhan.
            Canang sari yaitu inti dari pikiran dana niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk Alit). Canang sari adalah suatu Upakara atau banten yang selalu menyertai atau melengkapi setiap sesajen sesajen persembahan, segala Upakara yang dipersiapkan belum disebut lengkap kalau tidak di lengkapi dengan canang sari, begitu pentingnya sebuah canang sari dalam suatu Upakara atau bebanten. Dengan demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala.

UTS Saiva Siddhanta II
“Beberapa Jenis Banten dalam Upacara Beserta Proses Kristalisasi Sekte Yang Ada di Dalamnya”

Dosen pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H



 


IHDN
DENPASAR

Oleh  :

                                    Nama : Ketut Juli Sastrawan
                                    Nim     :(10.1.1.1.1.3879)
                                    Prodi  : PAH. B/5




JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
 DENPASAR
2012

1.   Pengertian, Bagian, dan Kristalisasi Sekte Dalam Canang Sari
            Canang berasal dari kata "Can" yang berarti indah, sedangkan "Nang" berarti tujuan atau maksud (bhs. Kawi arau Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Canang adalah satu bentuk sesajen yang berupa janur dibuat segi empat dengan dihiasi bunga. Dalam kitab Bhagawadgita, saat Khrisna (avatar Wisnu) memberikan wejangan kepada Arjuna, ada disebutkan permintaan Tuhan kepada manusia, yang kutipannya “Kepada mereka yang mempersembahkan daun, bunga, buah, dan air kepada-Ku secara tulus ikhlas, maka Aku akan menerimanya dan memberikan kebahagiaan kepada mereka”. Secara logis bisa dihubungkan ucapan Khrisna ini dengan kondisi masyarakat Hindu Bali yang mempercayai persembahan berupa sesajen yang terdiri dari unsur daun, bunga, buah, dan air dengan tulus adalah bukti bakti umat kepada Tuhan.

 

Followers