UTS
Saiva Siddhanta II
“Beberapa Jenis
Banten dalam Upacara Beserta Proses Kristalisasi Sekte Yang Ada di Dalamnya”
Dosen pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H
IHDN
DENPASAR
Oleh :
Nama : Ketut Juli Sastrawan
Nim :(10.1.1.1.1.3879)
Prodi : PAH.
B/5
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2012
1. Pengertian, Bagian, dan Kristalisasi Sekte
Dalam Canang Sari
Canang berasal dari kata
"Can" yang berarti indah, sedangkan "Nang" berarti tujuan
atau maksud (bhs. Kawi arau Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Canang
adalah satu bentuk sesajen yang berupa janur dibuat segi empat dengan dihiasi
bunga. Dalam kitab Bhagawadgita, saat Khrisna (avatar Wisnu) memberikan
wejangan kepada Arjuna, ada disebutkan permintaan Tuhan kepada manusia, yang
kutipannya “Kepada mereka yang mempersembahkan daun, bunga, buah, dan air
kepada-Ku secara tulus ikhlas, maka Aku akan menerimanya dan memberikan
kebahagiaan kepada mereka”. Secara logis bisa dihubungkan ucapan Khrisna
ini dengan kondisi masyarakat Hindu Bali yang mempercayai persembahan berupa
sesajen yang terdiri dari unsur daun, bunga, buah, dan air dengan tulus adalah
bukti bakti umat kepada Tuhan.
Canang sari yaitu inti
dari pikiran dana niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi
ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk
Alit). Canang sari adalah suatu Upakara atau banten yang selalu menyertai atau
melengkapi setiap sesajen sesajen persembahan, segala Upakara yang dipersiapkan
belum disebut lengkap kalau tidak di lengkapi dengan canang sari, begitu
pentingnya sebuah canang sari dalam suatu Upakara atau bebanten. Dengan
demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang
Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala.
Canang
sebagai sesajen adalah bagian dari persembahan ini. Unsur pembentuk canang
berupa janur sebagai lambang daun atau disebut juga sampian. Ada juga
potongan buah pisang dan kapur putih dalam lipatan daun atau porosan. Yang
paling jelas adalah berbagai jenis bunga. Karena itu, persembahan setiap hari
berupa canang adalah upaya untuk menyenangkan hati Tuhan dengan harapan Beliau
menganugrahkan keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian kepada umat
manusia. Ada juga yang berisi pisang
emas, jajan kekiping, tebu pelawa dan porosan. Bagian atasnya dibuat dengan
bentuk utas sari (bentuknya bulat dengan hiasan pinggirnya berlekuk-lekuk)
untuk menempatkan bunga, beras kuning (sekte Waisnawa) dengan wangi-wangian,
serta dupa (sekte Sora). Dengan kata lain canang adalah simbolisasi dari bunga
hati yang dipersembahkan kepada Tuhan. Umat Hindu Bali meyakini segala
aktivitas yang kita lakukan dalam hidup ini didedikasikan kepada Tuhan, dan
pasti ada reward dari-Nya (Bali Guide, Tradisi dan Budaya Orang
Bali: 2007).
Bentuk dan fungsi canang menurut
pandangan Hindu Bali ada beberapa macam sesuai dengan kegiatan upakara yang
dilaksanakan. Di bawah ini penjabaran mengapa canang dikatakan sebagai
penjabaran dari bahasa Weda, hal ini melalui simbol-simbol sebagai berikut :
1.
Canang memakai
alas berupa "ceper" (berbentuk segi empat) adalah simbol kekuatan
"Ardha Candra" (bulan).
2.
Di atas ceper
ini diisikan sebuah "Porosan" yang bermakna persembahan tersebut harus
dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi
beserta Prabhawa Nya, demikian pula dalam hal kita menerima anugerah dan
karunia Nya.
3.
Di atas ceper
ini juga berisikan seiris tebu, pisang dan sepotong jaja (kue) adalah sebagai simbol kekuatan "Wiswa
Ongkara" (Angka 3 aksara Bali).
4.
Kemudian di atas
point 2 dan 3 di atas, disusunlah sebuah "Sampian Urasari" yang
berbentuk bundar sebagai dasar untuk menempatkan bunga. Hal ini adalah simbol dari kekuatan
"Windhu" (Matahari). Lalu pada ujung-ujung Urasari ini memakai hiasan
panah sebagai simbol kekuatan "Nadha" (Bintang).
5.
Penataan bunga
berdasarkan warnanya di atas Sampian Urasari diatur dengan etika dan tattwa, harus sesuai dengan pengider-ideran
(tempat) Panca Dewata. Untuk urutannya saya menggunakan urutan Purwa/Murwa Daksina yaitu diawali dari arah Timur ke Selatan.
·
Bunga
berwarna Putih (jika sulit
dicari, dapat diganti dengan warna merah muda) disusun untuk menghadap arah
Timur, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari (Bidadari) Gagar
Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Iswara agar memercikkan Tirtha Sanjiwani untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala
niskala.
·
Bunga
berwarna Merah disusun untuk
menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari
Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Brahma agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi
kekuatan Kepradnyanan dan Kewibawaan
·
Bunga
berwarna Kuning disusun untuk
menghadap arah Barat, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Ken
Sulasih oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Mahadewa agar memercikkan Tirtha Kundalini untuk menganugerahi kekuatan intuisi.
·
Bunga
berwarna Hitam (jika sulit
dicari, dapat diganti dengan warna biru, hijau atau ungu) disusun untuk
menghadap arah Utara, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari
Nilotama oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Wisnu agar memercikkan
Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan peleburan segala bentuk kekotoran
jiwa dan raga.
·
Bunga Rampe
(irisan pandan arum) disusun di tengah-tengah,
adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya
dalam kekuatan Sang Hyang Siwa agar memercikkan Tirtha Maha mertha untuk
menganugerahi kekuatan pembebasan (Moksa).
·
Bunga
canang, kembang rampe, porosan adalah
simbol dari Tarung / Tedung dari Ong Kara (isi dari Tri Bhuwana (Tri Loka) =
Bhur-Bwah-Swah).
2. Pengertian,
Bagian, Makna, dan Kristalisasi sekte dalam Daksina.
Daksina berasal dari kata Sansekerta. Daksina bisa berarti upah, daksina
juga bisa bermakna selatan dan nama sebuah banten. Dalam kitab Yayur Veda
XXXX.1 ada disebutkan bahwa Sthana Hyang Widhi Wasa adalah alam semesta atau
Bhuana Agung. Hyamh Widhi berada pada alam yang bergerak maupun yang tidak
bergerak. Tidak ada bagian bhuana agung ini tanpa kehadiran Hyang Widhi.
Demikian pula dalam kitab Ayur Weda pada bagian terakhir mantra yang disebutkan
bahwa nama Hyang Widhi pertama adalah OM dan badannya adalah alam semesta atau
bhuana agung ini. Hyang Widhi juga disebut parama atma. Sebagai jiwa dari bhuana alit beliau disebut atman. Banten
daksina disamping lambang penghormatan juga sebagai lambang Bhuana Agung Sthana
Hyang Widhi Wasa. Hal ini disebutkan dalam puja pengantar daksina sebagai
berikut: Om pakulun bhattara Visnu alingga haneng daksina sesantun dan
seterusnya.
Daksina sebagai lambang Bhuana Sthana Hyang Widhi Wasa nampak dalam bahan-bahan
yang membentuk daksina tersebut. Beberapa unsur penting yang membentuk Daksina,
yaitu :
1.
Bebedogan,
dibuat dari daun janur yang sudah hijau yang bentuknya bulat panjang serta ada
batas pinggirnya pada bagian atasnya. Bebedogan ini lambang pertiwi unsur yang
dapat dilihat dengan jelas.
2.
Serobong
Daksina, disebut juga sebagai Serobong Bebedogan dibuat juga dari daun janur
yang sudah hijau tanpa tepi maupun dibawahnya. Serobog Daksina ini menjadi
lapisan pada bagian tengah dari bebedogan, segala bahan daksina ini masuk
kedalam serobong daksina. Serobong daksina ini lambang Akasa yang tanpa tepi.
3.
Tampak, dibuat
dari empat potong helai janur berbentuk seperti kembang teratai bersegi
delapan. Bentuk tampak ini melambangkan arah atau kiblat mata angin yang mengarah
pada delapan penjuru.
4.
Telor itik/telor
bebek, dibungkus dengan Urung Ketipat Taluh. Telor itik yang dibungkus ketipat
taluh ini lambang Bhuana alit yang menghuni bumi ini. Telur itik juga sebagai
lambang dari sifat-sifat satwam.
5.
Beras, beras merupakan
simbolis dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan umat manusia di alam
raya ini.
6.
Benang Tukelan
(benang Bali) adalah sebagai simbolis dari penghubung Jiwataman yang tidak akan
berakhir samapai terjadinya pralina. Sebelum pralina atman yang berasal dari
paratman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum
mencapai moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.
7.
Uang Kepeng,
berjumlah 225 kepeng adalah simbol Bhatara Brahma yang merupakan inti kekuatan
untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan. Angka 225 itu kalau dijumlahkan
menjadi angka sembilan angka suci lambang Dewata nawa sanga yang berada di
sembilan penjuru alam Bhuana Agung.
8.
Pisang, Tebu dan
Kekojong, adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari alam
ini,. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan ajaran Tri Kaya
Parisudha.
9.
Porosan dan
Kembang, porosan adalah lambang pemujaan pada Hyang Tri Murti. Sedangkan
kembang adalah lambang niat suci dalam beryajna pada Hyang Tri Murti. Tujuan
bakti pada Hyang Tri Murti agar manusia mendapatkan tuntunan dalam menciptakan
sesuatu yang patut diciptakan dari Hyang Brahma. Tuntunan dari Hyang Visnu pada
saat memelihara sesuatu yang aptut dan wajar untuk dipelihara. Dari Hyang Rudra
untuk menuntun umat manusia saat meniadakan sesuatu yang patutdan wajar
dihilangkan.
10. Gegantusan, unsur upakara ini lambang didunia ini
mahluk lahir berulang-ulang sesuai dengan tingkatan karmanya.
11. Pesel-peselan dan Bija Ratus, unsur upakara ini
merupakan lambang hidup bersama di dunia ini untuk menyatukan berbagai bibit.
Bija Ratus adalah lambang suatu kerjasama dalam menelorkan suatu ide bersama.
Sebelum ide bersama itu muncul sebagai suatu kesepakatan. Setiap pihak wajib
mengeluarkan ide-idenya. Ide-ide inilah yang di sebut bija yang harus diratus
menjadi satu ide bersama.
12. Kelapa, sebagai unsur yang paling utama dalam Banten
Daksina. Buah kelapa dari kulit dengan seluruh isinya adalah lambang Bhuana
Agung. Unsur-unsur buah kelapa itu semuanya melambangkan sapta patala dan sapta
loka. Mengapa buah kelapa yang dipakai daksina harus dikupas dan dibersihkan
kulitnya hingga kelihatan batoknya. Serabut kelapa itu adalah lambang pengikat
indria. Karena Daksina itu lambang Bhuana Agung Sthana Hyang Widhitentunya
harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat. Karunia Hyang widhi
akan dapat kita capai apabila kita mampu melepaskan diri dari ikatan indria.
Kitalah yang harus mengikat indria sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang
bijaksana.
Pilosofi atau Makna yang terkandung dalam daksina
Hidup terhormat adalah hidup yang dijalankan di atas relnya Dharma. Rejeki
yang didapatkan untuk membiayai hidup itu diperoleh secara terhormat. Demikian
pula status sosial atau kedudukan terhormat itu dicapai melalui cara-cara yang
terhormat pula. Dipergunakan banten Daksina dalam upacara Yajna dimaksudkan
juga untuk memebina tumbuhnya kesadaran spiritual agar selalu dapat berbuat
terhormat dalam hidup ini. Hidup terhormat bukan untuk dipamerkan didepan
halayak ramai. Artinya kalau didepan halayak ramai barulah kita tampil
terhormat. Kalau tidak ada yang menyaksikan berprilaku terhormat itu tidak
diupayakan. Membina hidup terhormat bukanlah berarti hidup yang gila hormat.
Seoramg akan terhormat apabila dalam menjalani hidup ini selalu menempuh jalan
hidup diatas norma-norma yang dibenarkan baik oleh norma agama maupun
norma-norma lainnya yang berlaku. Di dalam kitab Ayur Veda XX.25 disebutkan
bahwa untuk mencapai kehidupan yang terhormat itu (Daksina) harus diawali dengan
perjuangan diri yang penuh disiplin. Perjuangan yang penuh disiplin itu disebut
dengan Brata. Brata artinya janji diri yaitu suatu disiplin hidup timbul dari
niat diri sendiri untuk melakukan sesuatu disiplin hidup. Disiplin hidup itu
tidak berasal dari orang lain. Disiplin hidup ini bertujuan untuk mewujudkan
cita-cita hidup. Disiplin hidup itu ditempuh samapai mencapai tujuan yang suci
itu. Brata itu meliputi disiplin hidup yang bersifat jasmaniah dan disiplin
hidup rohaniah. Brata bertujuan untuk mencapai ilmu engetahuan tentang
kehidupan keduniawi dalam artian yang positif (Apara Vidya) dan pengetahuan
Rokhaniah (Para Vidya). Kedua ilmu itu bertujuan membangun hidup yang seimbang
lahir dan batin. Perpaduan dua ilmu tersebut untuk diarahkan mengendalikan
indria terutama lidah. Lidah dikendalikan agar jangan mengucapkan kata-kata
yang mengandung kejahatan, kebohongan, fitnah dan tidak mengeluarkan kata-kata
kasar. Dari Brata pikiran dan kata-kata dilanjutkan dengan Brata prilaku. Brata
prilaku itu meliputi tidak mencuri, tidak membunuh, dan tidak berjianah. Dari
Brata ini diharapkan mencapai Diksa. Diksa itulah puncaknya Brata. Dewasa ini
banyak orang mendapatkan suatu perolehan yang tidak berupa Daksina. Artinya
mendapatkan materi maupun non materi secara tidak terhormat. Memenuhi kebutuhan
hidup dengan hasil yang tidak diperoleh secara terhormat maka orang tersebut
akan sulit menyampaikan pesan-pesan suci Veda. Orang yang hidup dengan hasil
yang diperoleh secara tidak terhormat jiwanya akan ditutupi oleh awidya yang
ditimbulkan oleh hasil yang diperoleh secara tidak terhormat itu. Orang yang
hidupnya dari hasil Daksina akan hidup keyakinan yang mantap tanpa
dibayang-bayangi oleh rasa berdosa. Hidup yang demikian itulah disebut Sraddha
yaitu hidup dengan keyakian. Karena itulah marilah banten Daksina dipakai
sebagai simbol keagamaan yang sakral untuk mencari penghidupan yang disebut
Daksina.
Mengapa kelapa Daksina serabutnya dikerik bersih
Salah satu bahan pokok untuk membuat Daksina adalah buah kelapa. Buah
kelapa yang dipakai untuk membuat Daksina serabutnya harus dikerik bersih.
Behkan Daksina untuk banten Nuntun Dewa hyang harus dikerik lebih bersih lagi
dan dinyaki dengan minyak sukla (suci). Swami Satya Narayana mengatakan kelapa
yang dipakai bahan pokok pembuatan banten daksina serabutnya harus dikerik.
Serabut kelapa itulah adalah lambang indria yang mengikat. Daksina sebagai
lambang Sthana Tuhan dan lambang penghormatan harus bersih dari ikatan indria
yang sangat pambrih itu. Suatu kerja yang didasarkan pada kenikmatan indria
tidaklah pantas mendapatkan penghormatan Daksina. Demikian pula pemberian yang
terhormat yang disebut daksina tidak pantas kalau masih disertai dengan
pambrih-pambrih yang bersifat indriawi. Hal ini berarti Tuhan akan bersthana
pada mereka yang mampu melepaskan diri dari ikatan indriawi. Ini bukanlah
berarti orang harus merusak indrianya. Indria itu adalah alat. Ia tidak boleh
dirusak bahkan harus dipelihara dengan sebaik-baiknya agar ia dapat dijadikan
alat yang baik. Yang dimaksudkan disini adalah janganlah kita diperalat oleh
indria kata Upanisad menyebutkan indria itu ibarat kuda penarik kereta. Budhi
ibarat kusir kereta, pikiran ibarat tali kekang kereta. Atman ibarat pemilik
kereta, badan ibarat kereta itu sendiri dan jalan adalah obyek indria. Kalau
ingin kereta itu larinya cepat dan terarah maka kuda itu harus sehat dan kuat.
Sehat dan kuatnya kuda tetap harus berada dibawah kendali pikiran dan budhi
jadinya serabut kelapa yang harus dibersihkan itu adalah lambang daya pengikat
indria yang dapat menyesatkan sang diri dari samsara.
Dalam upacara-upacara besar banten Daksina digunakan daksina yang besar
pula. Misalnya upacar penebusan Oton yang bertujuan untuk melindugi seseorang
dari asfek negatif dari hari kelahiran. Setiap hari menurut perhitungan
kalender Hindu selalu ada bain buruknya. Agar seeorang terhindar dari aspek
burukya maka diadakan upacara penebusan Oton. Inti upacara penebusan Oton itu
menggunakan daksina gede. Daksina gede itu tergantung Neptu (urip) dari kelahiran
tersebut. Misalnya neptunya 5 maka daksina gedenya Sarwa lima. Kelapanya lima
butir, telornya lima butir, pisangnya lima butir, dan yang lainnya juga
berjumlah lima.
Banten Daksina menurut Lontar Parimbon Bebanten dalam bentuk uang ada
sembilan jenis yaitu, Utamaning Utama 160.000, Madyaning Utama 80.000,
Nistaning Utama 40.000, Utamaning Madya 50.000, Madyaning Madya 25.000,
Nistaning Madya 16.000, Utamaning Nista 15.000, Madyaning Nista 8.000,
Nistaning Nista 4.000. ini adalah sembilan gambaran umum tentang tingkat
Daksina. Dalam bentuk banten Daksina dapat dibagi menjadi lima yaitu : Daksina
Alit untuk upacara sehari-hari. Kalau isinya dilipatkan dua kali disebut
Daksina pakala-kalaan. Kalau isinya dilipatkan tiga kali disebut Daksina Krepa,
kalau empat kali disebut Daksina Gede atau Daksina Pamogpog. Kalau isinya
dilipatkan lima kali disebut Daksina Galahan, demikian beberapa jenis Daksina
dalam bentuk uang dan dalam bentuk Banten.
Penyatuan Siva Sidhanta yang
terdapat di dalam daksina adalah penyatuan sekte- sekte yang yang pada umumnya
telah terdapat di dalam bahan pembuatan daksina tersebut. Sebenarnya didalam
daksina ini telah terjadi penyatuan sekte Siwa sidantha tetapi yang lebih
dominan terlihat adalah sekte Brahma kalau kita kaji dari bahan yang digunakan
misalnya bahan Kelapa dan telur itu merupakan lambang dari buana agung dan
didalam proses suatu penciptaan alam semesta sehingga Dewa Brahma yang lebih
berperan didalam hal ini.
5. Pengertian, Pembuatan, dan
Penyatuan Sekte Dalam Sesayut
Banten Sesayut atau Banten
tatebasan kalau disimak dari arti kata Sesayut, yang berakar dari kata “Sayut”
atau nyayut memiliki arti mengharapkan, mendoakan, mensthanakan dan
mengembalikan. Sedangkan Tatebasan yang berakar dari kata “Tebas” yang memiliki
arti sama dengan Sesayut. Setiap upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu akan
memakai Banten Sesayut atau Banten Tatebasan yang berbeda-beda sesuai
dengan harapan dan tujuan upacara yang dilaksanakan, begitu juga
dalam upacara Dewa-yadnya akan memakai Banten Sesayut sesuai dengan Ista Dewata
yang akan di sthanakan atau di puja.
Oleh Ida pandhita Mpu Jaya Wiajayananda dalam
dokumen tetandingan banten sesayut dalam forum
jaringan Hindu nusantara di Facebook (ref).
1.
sesayut
pasupati
upakara ini juga hampir sama
dengan banten tetebasan hanya alasnya memakai tamas besar dan memakai sampian
nagasari. Kata sesayut berasal dari kata “ayu” yang artinya cantik atau rahayu, sedangkan kata naga sari berasal
dari suku kata naga dan sari. Naga adalah perlambangan air bagi kepercayaan
agama hindu sedangkan air dapat diartikan sebagai amerta , dengan demikian
sampaian naga sari adalah merupakan simbol permohonan terhadap sanghyang widhi
untuk memohon sarining amerta baik secara lahiriah maupun batiniah agar
mencapai kerahayuan alam semesta beserta isinya, pasupati berasal dari pasu dan
pati, pasu artinya binatang dan pati artinya menghidupkan.
Upakara / banten sesayut pasupati
ini dibuat dari janur yang alasnya berbentuk bundar dengan lebar 30 sampai 35 cm
(tamas gede) yang didalamnya tersusun bahan-bahan sebagai berikut :
a.
disalah
satu pinggiran tamas di jaritkan bentuk tulung sebanyak 2 (dua) buah tulung isi
nasi merah, kacang dan saur. Disela-sela tulang berisi 1 daksina dan di
sela-sela daksina di isi 1 kelanan tipat nasi dan di sela-sela tipat nasi di
isi satu tumpeng agung berwarna merah yang dibawahnya di isi talenan
ceper. dan 1 penek agung merah yang
dibawahnya di isi talenan dan di masing-masing tumpeng di tancapkan sebuah
kwangen dan dibagian hulu di isi jajan uli merah putih, jajan begina merah
putih, pisang atau buah-buahan diisi tebu dan porosan, kekaputan tape,
penyeneng dan di isi 2 buah lalang/ambengan. Untuk tempat tirta bungkak kelapa
merah / nyuh udang atau priuk kecil berisi air bersih, berisi tanda usehan
sebagai tempat sambal dan kacang saur dan satu takir jejeron ayanm biying dan
berisi satu pangkang ayam biying dan sampianya naga sari dan sampian andung.
Didalam banten sesayut pasupati identik serba merah.
Tetandingan
pada upakara sesayut pasupati menjadi simbol yang mengandung makna – makna
relegi sebagai berikut :
-
tamas
gede sebagai simbol windhu dan memiliki makna sebagai kekuatan pawitra
(penyucian)
-
2
buah tulung sebagai simbol permohonan kehadapan ida sang hyang widhi wasa
-
1
kelan tipat nasi, tipat ini di buat dari bahan janur dan rontal daun pandan,
bentuknya seperti belah ketupat, berdiagonal, besar kecilnya sesuai dengan
kebutuhan tipat ini merupakan simbol pradana (yoni) mengandung makna sebagai
kekuatan dari sang hyang prakerti dan tipat ini sebagai pelengkap upakara
daksina.
-
1
buah tumpeng agung bang merupakan simbol gunung
dan cerminan dari kekuatan purusanya sang hyang widhi sekala niskala
-
1
buah penek agung bang. Merupakan simbol danau/laut sebagai kekuatan pradana
(prakerti) dari kekuatan sang hyang widhi
-
Sampian
nagasari memiliki makna memohon sarining
merta.
-
Penyeneng
memiliki makna memohon kehidupan kehadapan hyang siwa guru
-
Dua
buah tanda usehan adalah sebagai simbol satu usehan dan satu lagi simbol
pabahan memiliki makna sebgai kekuatan
sang hyang suniatma dan kekuatan sang
hyang siwatma.
-
Bungkak
kelapa merah sebagai simbol toya/air sukla memiliki makna sebagai lukatan.
Tirta maha amerta (siwa tirta).
-
2
buah lalang maknanya kita sebagai manusia memiliki pemikiran yang tajam (tirta
amerta sanjewati kamandalu) tirta kehidupan.
-
Jajan
begina merah putih menjadi simbol permohonan kehadapan sang hyang widhi baik
bersifat purusa maupun prakerti
-
Jaje
uli merah putih merupakan simbol permohonan kedamaian kehadapan sang hyang
widhi baik secara sekala maupun niskala.
-
Tebu
merupakan simbol permohonan amerta kehadapan ida sang hyang widhi wasa
-
Buah-buahan
merupkan simbol permohonan kehadapan ida sang hyang widhi wasa, apa yang di
persembahkan oleh umat agar di anugrahi sesuai dengan buah karmanya (pahala)
-
Porosan
merupakan simbol permohonan kehadapan sang hyang widhi, agar di anugrahi silih
asih antara mahluk ciptaanya dengan sang pencipta
-
Kacang
saur dan sambal serta garam mengandung makna permohonan kehadapan ida sang
hyang widhi agar di anugrahi kekuatan ,
keteguhan iman (kacang), kedamaian (saur), kesidian (sambal), dan pengleburan
(garam).
-
Ayam
biying, sombol rajas (tenaga besar)
-
Sampian
ending, sampaian ini dikatakan sampian ending karena merupakan tempat dari
senjata panah. Sampian ending ini menjadi simbol gerombong geni (dipa) memiliki
makna sebagai penangkal (penolak) dari segala gangguan yang berkekuatan kala
buchari, agar bangunan suci tersebut tak ditempati sebagai setananya biasanya
dipasangkan di sebelah kanan dari bangunan suci tersebut.
Tetandingan pada upakara sesayut
pasupati
-
Tama
gede sebagai simbol windhu dan memiliki makna sebagai kekuatan pawitra
(penyusun)
-
Bungkak
kelapa merah (nyuh udang) sebagai simbol toya (air) sukla memiliki makna
sebagai kekuatan tirta maha amerta (siwa tirta)
-
Jajan,
pisang, tebu, dan porosan
-
Tumpeng
agung bang mawadah ceper
-
Penek
agung bang mawadah ceper
-
Tulung
urip 2
-
Tipat
nasi 1 kelan
-
Daksina
-
Jejeroan
-
Ayam
biying mepanggang
-
Pis
bolong 9 keteng
6. Pengertian, Fungsi, dan Konsep Denyatuan
Sekte DalamBanten Pejati
Banten Pejati itu terdiri dari :
Sekarang pejati ini diletakkan dlm satu nampan,
paling depan daksina, sampingnya Banten Pras, dan dibelakangnya dua tamas sodan
serta diatas penyeneng diselipin benang putih .....
Komentar Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara.
Beberapa makna filosfis dalam pejati adalah sebagai berikut:
Beberapa makna filosfis dalam pejati adalah sebagai berikut:
1. Srembeng / wakul
/ srobong / katung adalah lambang Hukum Rta yaitu hukum abadi Tuhan
2. Tampak dara
merupakan simbol keseimbangan baik makro kosmos maupun mikro kosmos
3. Porosan / base tumpel
merupakan lambang dari konsep Tuhan sebagai Brahma (pinang), Wisnu (sirih),
Iswara (kapur) dan Mahadewa (plawa)
4. Kelapa simbol
pawitra (air keabadian / amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari 7
lapisan sapta loka karena ternyata kelapa terdiri dari 7 lapisan dari kulit
luar hingga air di dalamnya.
5. Kluwek lambang
pradhana / prakerti / unsur kebendaan / perempuan
6. Kemiri lambang
purusa / unsur kejiwaan / laki-laki
7. Papeselan
lambang Panca Dewata ; daun duku : Iswara; daun manggis : Brahma; daun durian :
Mahadewa; daun salak: Wisnu; dan daun nangka : Siwa
8. Bumbu-bumbuan
dan kacang-kacangan lambang sad rasa dan lambang kemakmuran
9. Beras lambang
ibu pertiwi (Anantha Boga)
10. Benang pada
daksina lambang naga Anantha Boga, Bhasuki dan Taksaka dalam proses pemutaran
mandara giri untuk mencari amertha. Benang disini juga berarti alat/media
penghubung antara pemuja dan yang dipuja
11. Telor mentah
(itik) simbol awal dari kehidupan / getar-getar kehidupan, lambang bhuana alit.
Telor terdiri dari 3 lapisan seperti pada manusia yaitu badan wadag, badan roh
dan badan penyebab
12. Sesari pada
daksina sebagai lambang saripati dari pekerjaan
14. Aled peras /
kulit peras untuk dapat berhasil diperlukan persiapan yaitu pikiran benar,
ucapan benar, pandangan benar dan tujuan benar
15. Daun plawa
lambang kesejukan, Bunga lambang cetusan perasaan, Bija benih-benih kesucian,
Ari lambang pawitra / amertha dan Api saksi dan pendetanya Yajña
16. Tamas : cakra
atau perputaran hidup atau windu (simbol kekosongan yang murni/ananda)
Demikian dijelaskan banten pejati dari beberapa
sumber.
Daftar Pustaka
0 komentar:
Post a Comment