twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Sunday, February 2, 2014

UTS Saiva Sidhanta

UTS Saiva Siddhanta II
“Beberapa Jenis Banten dalam Upacara Beserta Proses Kristalisasi Sekte Yang Ada di Dalamnya”

Dosen pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H



 


IHDN
DENPASAR

Oleh  :

      Nama : Ketut Juli Sastrawan
                                              Nim     :(10.1.1.1.1.3879)
                                                     Prodi  : PAH. B/5




JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
 DENPASAR
2012

1.   Pengertian, Bagian, dan Kristalisasi Sekte Dalam Canang Sari
            Canang berasal dari kata "Can" yang berarti indah, sedangkan "Nang" berarti tujuan atau maksud (bhs. Kawi arau Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Canang adalah satu bentuk sesajen yang berupa janur dibuat segi empat dengan dihiasi bunga. Dalam kitab Bhagawadgita, saat Khrisna (avatar Wisnu) memberikan wejangan kepada Arjuna, ada disebutkan permintaan Tuhan kepada manusia, yang kutipannya “Kepada mereka yang mempersembahkan daun, bunga, buah, dan air kepada-Ku secara tulus ikhlas, maka Aku akan menerimanya dan memberikan kebahagiaan kepada mereka”. Secara logis bisa dihubungkan ucapan Khrisna ini dengan kondisi masyarakat Hindu Bali yang mempercayai persembahan berupa sesajen yang terdiri dari unsur daun, bunga, buah, dan air dengan tulus adalah bukti bakti umat kepada Tuhan.
            Canang sari yaitu inti dari pikiran dana niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk Alit). Canang sari adalah suatu Upakara atau banten yang selalu menyertai atau melengkapi setiap sesajen sesajen persembahan, segala Upakara yang dipersiapkan belum disebut lengkap kalau tidak di lengkapi dengan canang sari, begitu pentingnya sebuah canang sari dalam suatu Upakara atau bebanten. Dengan demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala.
            Canang sebagai sesajen adalah bagian dari persembahan ini. Unsur pembentuk canang berupa janur sebagai lambang daun atau disebut juga sampian. Ada juga potongan buah pisang dan kapur putih dalam lipatan daun atau porosan. Yang paling jelas adalah berbagai jenis bunga. Karena itu, persembahan setiap hari berupa canang adalah upaya untuk menyenangkan hati Tuhan dengan harapan Beliau menganugrahkan keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian kepada umat manusia.  Ada juga yang berisi pisang emas, jajan kekiping, tebu pelawa dan porosan. Bagian atasnya dibuat dengan bentuk utas sari (bentuknya bulat dengan hiasan pinggirnya berlekuk-lekuk) untuk menempatkan bunga, beras kuning (sekte Waisnawa) dengan wangi-wangian, serta dupa (sekte Sora). Dengan kata lain canang adalah simbolisasi dari bunga hati yang dipersembahkan kepada Tuhan. Umat Hindu Bali meyakini segala aktivitas yang kita lakukan dalam hidup ini didedikasikan kepada Tuhan, dan pasti ada reward dari-Nya (Bali Guide, Tradisi dan Budaya Orang Bali: 2007).
      Bentuk dan fungsi canang menurut pandangan Hindu Bali ada beberapa macam sesuai dengan kegiatan upakara yang dilaksanakan. Di bawah ini penjabaran mengapa canang dikatakan sebagai penjabaran dari bahasa Weda, hal ini melalui simbol-simbol sebagai berikut :
1.      Canang memakai alas berupa "ceper" (berbentuk segi empat) adalah simbol kekuatan "Ardha Candra" (bulan).
2.      Di atas ceper ini diisikan sebuah "Porosan" yang bermakna persembahan tersebut harus dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa Nya, demikian pula dalam hal kita menerima anugerah dan karunia Nya.
3.      Di atas ceper ini juga berisikan seiris tebu, pisang dan sepotong jaja (kue) adalah sebagai simbol kekuatan "Wiswa Ongkara" (Angka 3 aksara Bali).
4.      Kemudian di atas point 2 dan 3 di atas, disusunlah sebuah "Sampian Urasari" yang berbentuk bundar sebagai dasar untuk menempatkan bunga. Hal ini adalah simbol dari kekuatan "Windhu" (Matahari). Lalu pada ujung-ujung Urasari ini memakai hiasan panah sebagai simbol kekuatan "Nadha" (Bintang).
5.      Penataan bunga berdasarkan warnanya di atas Sampian Urasari diatur dengan etika dan tattwa, harus sesuai dengan pengider-ideran (tempat) Panca Dewata. Untuk urutannya saya menggunakan urutan Purwa/Murwa Daksina yaitu diawali dari arah Timur ke Selatan.
·         Bunga berwarna Putih (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna merah muda) disusun untuk menghadap arah Timur, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari (Bidadari) Gagar Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Iswara agar memercikkan Tirtha Sanjiwani untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala niskala.
·         Bunga berwarna Merah disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Brahma agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi kekuatan Kepradnyanan dan Kewibawaan
·         Bunga berwarna Kuning disusun untuk menghadap arah Barat, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Ken Sulasih oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Mahadewa agar memercikkan Tirtha Kundalini untuk menganugerahi kekuatan intuisi.
·         Bunga berwarna Hitam (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna biru, hijau atau ungu) disusun untuk menghadap arah Utara, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Nilotama oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Wisnu agar memercikkan Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan peleburan segala bentuk kekotoran jiwa dan raga.
·         Bunga Rampe (irisan pandan arum) disusun di tengah-tengah, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Siwa agar memercikkan Tirtha Maha mertha untuk menganugerahi kekuatan pembebasan (Moksa).
·         Bunga canang, kembang rampe, porosan adalah simbol dari Tarung / Tedung dari Ong Kara (isi dari Tri Bhuwana (Tri Loka) = Bhur-Bwah-Swah).

2.   Pengertian, Bagian, Makna, dan Kristalisasi sekte dalam Daksina.
Daksina berasal dari kata Sansekerta. Daksina bisa berarti upah, daksina juga bisa bermakna selatan dan nama sebuah banten. Dalam kitab Yayur Veda XXXX.1 ada disebutkan bahwa Sthana Hyang Widhi Wasa adalah alam semesta atau Bhuana Agung. Hyamh Widhi berada pada alam yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Tidak ada bagian bhuana agung ini tanpa kehadiran Hyang Widhi. Demikian pula dalam kitab Ayur Weda pada bagian terakhir mantra yang disebutkan bahwa nama Hyang Widhi pertama adalah OM dan badannya adalah alam semesta atau bhuana agung ini. Hyang Widhi juga disebut parama atma. Sebagai jiwa dari  bhuana alit beliau disebut atman. Banten daksina disamping lambang penghormatan juga sebagai lambang Bhuana Agung Sthana Hyang Widhi Wasa. Hal ini disebutkan dalam puja pengantar daksina sebagai berikut: Om pakulun bhattara Visnu alingga haneng daksina sesantun dan seterusnya.
Daksina sebagai lambang Bhuana Sthana Hyang Widhi Wasa nampak dalam bahan-bahan yang membentuk daksina tersebut. Beberapa unsur penting yang membentuk Daksina, yaitu :
1.      Bebedogan, dibuat dari daun janur yang sudah hijau yang bentuknya bulat panjang serta ada batas pinggirnya pada bagian atasnya. Bebedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.
2.      Serobong Daksina, disebut juga sebagai Serobong Bebedogan dibuat juga dari daun janur yang sudah hijau tanpa tepi maupun dibawahnya. Serobog Daksina ini menjadi lapisan pada bagian tengah dari bebedogan, segala bahan daksina ini masuk kedalam serobong daksina. Serobong daksina ini lambang Akasa yang tanpa tepi.
3.      Tampak, dibuat dari empat potong helai janur berbentuk seperti kembang teratai bersegi delapan. Bentuk tampak ini melambangkan arah atau kiblat mata angin yang mengarah pada delapan penjuru.
4.      Telor itik/telor bebek, dibungkus dengan Urung Ketipat Taluh. Telor itik yang dibungkus ketipat taluh ini lambang Bhuana alit yang menghuni bumi ini. Telur itik juga sebagai lambang dari sifat-sifat satwam.
5.      Beras, beras merupakan simbolis dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan umat manusia di alam raya ini.
6.      Benang Tukelan (benang Bali) adalah sebagai simbolis dari penghubung Jiwataman yang tidak akan berakhir samapai terjadinya pralina. Sebelum pralina atman yang berasal dari paratman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.
7.      Uang Kepeng, berjumlah 225 kepeng adalah simbol Bhatara Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan. Angka 225 itu kalau dijumlahkan menjadi angka sembilan angka suci lambang Dewata nawa sanga yang berada di sembilan penjuru alam Bhuana Agung.
8.      Pisang, Tebu dan Kekojong, adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari alam ini,. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan ajaran Tri Kaya Parisudha.
9.      Porosan dan Kembang, porosan adalah lambang pemujaan pada Hyang Tri Murti. Sedangkan kembang adalah lambang niat suci dalam beryajna pada Hyang Tri Murti. Tujuan bakti pada Hyang Tri Murti agar manusia mendapatkan tuntunan dalam menciptakan sesuatu yang patut diciptakan dari Hyang Brahma. Tuntunan dari Hyang Visnu pada saat memelihara sesuatu yang aptut dan wajar untuk dipelihara. Dari Hyang Rudra untuk menuntun umat manusia saat meniadakan sesuatu yang patutdan wajar dihilangkan.
10.  Gegantusan, unsur upakara ini lambang didunia ini mahluk lahir berulang-ulang sesuai dengan tingkatan karmanya.
11.  Pesel-peselan dan Bija Ratus, unsur upakara ini merupakan lambang hidup bersama di dunia ini untuk menyatukan berbagai bibit. Bija Ratus adalah lambang suatu kerjasama dalam menelorkan suatu ide bersama. Sebelum ide bersama itu muncul sebagai suatu kesepakatan. Setiap pihak wajib mengeluarkan ide-idenya. Ide-ide inilah yang di sebut bija yang harus diratus menjadi satu ide bersama.
12.  Kelapa, sebagai unsur yang paling utama dalam Banten Daksina. Buah kelapa dari kulit dengan seluruh isinya adalah lambang Bhuana Agung. Unsur-unsur buah kelapa itu semuanya melambangkan sapta patala dan sapta loka. Mengapa buah kelapa yang dipakai daksina harus dikupas dan dibersihkan kulitnya hingga kelihatan batoknya. Serabut kelapa itu adalah lambang pengikat indria. Karena Daksina itu lambang Bhuana Agung Sthana Hyang Widhitentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat. Karunia Hyang widhi akan dapat kita capai apabila kita mampu melepaskan diri dari ikatan indria. Kitalah yang harus mengikat indria sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang bijaksana.

Pilosofi atau Makna yang terkandung dalam daksina
Hidup terhormat adalah hidup yang dijalankan di atas relnya Dharma. Rejeki yang didapatkan untuk membiayai hidup itu diperoleh secara terhormat. Demikian pula status sosial atau kedudukan terhormat itu dicapai melalui cara-cara yang terhormat pula. Dipergunakan banten Daksina dalam upacara Yajna dimaksudkan juga untuk memebina tumbuhnya kesadaran spiritual agar selalu dapat berbuat terhormat dalam hidup ini. Hidup terhormat bukan untuk dipamerkan didepan halayak ramai. Artinya kalau didepan halayak ramai barulah kita tampil terhormat. Kalau tidak ada yang menyaksikan berprilaku terhormat itu tidak diupayakan. Membina hidup terhormat bukanlah berarti hidup yang gila hormat. Seoramg akan terhormat apabila dalam menjalani hidup ini selalu menempuh jalan hidup diatas norma-norma yang dibenarkan baik oleh norma agama maupun norma-norma lainnya yang berlaku. Di dalam kitab Ayur Veda XX.25 disebutkan bahwa untuk mencapai kehidupan yang terhormat itu (Daksina) harus diawali dengan perjuangan diri yang penuh disiplin. Perjuangan yang penuh disiplin itu disebut dengan Brata. Brata artinya janji diri yaitu suatu disiplin hidup timbul dari niat diri sendiri untuk melakukan sesuatu disiplin hidup. Disiplin hidup itu tidak berasal dari orang lain. Disiplin hidup ini bertujuan untuk mewujudkan cita-cita hidup. Disiplin hidup itu ditempuh samapai mencapai tujuan yang suci itu. Brata itu meliputi disiplin hidup yang bersifat jasmaniah dan disiplin hidup rohaniah. Brata bertujuan untuk mencapai ilmu engetahuan tentang kehidupan keduniawi dalam artian yang positif (Apara Vidya) dan pengetahuan Rokhaniah (Para Vidya). Kedua ilmu itu bertujuan membangun hidup yang seimbang lahir dan batin. Perpaduan dua ilmu tersebut untuk diarahkan mengendalikan indria terutama lidah. Lidah dikendalikan agar jangan mengucapkan kata-kata yang mengandung kejahatan, kebohongan, fitnah dan tidak mengeluarkan kata-kata kasar. Dari Brata pikiran dan kata-kata dilanjutkan dengan Brata prilaku. Brata prilaku itu meliputi tidak mencuri, tidak membunuh, dan tidak berjianah. Dari Brata ini diharapkan mencapai Diksa. Diksa itulah puncaknya Brata. Dewasa ini banyak orang mendapatkan suatu perolehan yang tidak berupa Daksina. Artinya mendapatkan materi maupun non materi secara tidak terhormat. Memenuhi kebutuhan hidup dengan hasil yang tidak diperoleh secara terhormat maka orang tersebut akan sulit menyampaikan pesan-pesan suci Veda. Orang yang hidup dengan hasil yang diperoleh secara tidak terhormat jiwanya akan ditutupi oleh awidya yang ditimbulkan oleh hasil yang diperoleh secara tidak terhormat itu. Orang yang hidupnya dari hasil Daksina akan hidup keyakinan yang mantap tanpa dibayang-bayangi oleh rasa berdosa. Hidup yang demikian itulah disebut Sraddha yaitu hidup dengan keyakian. Karena itulah marilah banten Daksina dipakai sebagai simbol keagamaan yang sakral untuk mencari penghidupan yang disebut Daksina.
Mengapa kelapa Daksina serabutnya dikerik bersih
Salah satu bahan pokok untuk membuat Daksina adalah buah kelapa. Buah kelapa yang dipakai untuk membuat Daksina serabutnya harus dikerik bersih. Behkan Daksina untuk banten Nuntun Dewa hyang harus dikerik lebih bersih lagi dan dinyaki dengan minyak sukla (suci). Swami Satya Narayana mengatakan kelapa yang dipakai bahan pokok pembuatan banten daksina serabutnya harus dikerik. Serabut kelapa itulah adalah lambang indria yang mengikat. Daksina sebagai lambang Sthana Tuhan dan lambang penghormatan harus bersih dari ikatan indria yang sangat pambrih itu. Suatu kerja yang didasarkan pada kenikmatan indria tidaklah pantas mendapatkan penghormatan Daksina. Demikian pula pemberian yang terhormat yang disebut daksina tidak pantas kalau masih disertai dengan pambrih-pambrih yang bersifat indriawi. Hal ini berarti Tuhan akan bersthana pada mereka yang mampu melepaskan diri dari ikatan indriawi. Ini bukanlah berarti orang harus merusak indrianya. Indria itu adalah alat. Ia tidak boleh dirusak bahkan harus dipelihara dengan sebaik-baiknya agar ia dapat dijadikan alat yang baik. Yang dimaksudkan disini adalah janganlah kita diperalat oleh indria kata Upanisad menyebutkan indria itu ibarat kuda penarik kereta. Budhi ibarat kusir kereta, pikiran ibarat tali kekang kereta. Atman ibarat pemilik kereta, badan ibarat kereta itu sendiri dan jalan adalah obyek indria. Kalau ingin kereta itu larinya cepat dan terarah maka kuda itu harus sehat dan kuat. Sehat dan kuatnya kuda tetap harus berada dibawah kendali pikiran dan budhi jadinya serabut kelapa yang harus dibersihkan itu adalah lambang daya pengikat indria yang dapat menyesatkan sang diri dari samsara.
Dalam upacara-upacara besar banten Daksina digunakan daksina yang besar pula. Misalnya upacar penebusan Oton yang bertujuan untuk melindugi seseorang dari asfek negatif dari hari kelahiran. Setiap hari menurut perhitungan kalender Hindu selalu ada bain buruknya. Agar seeorang terhindar dari aspek burukya maka diadakan upacara penebusan Oton. Inti upacara penebusan Oton itu menggunakan daksina gede. Daksina gede itu tergantung Neptu (urip) dari kelahiran tersebut. Misalnya neptunya 5 maka daksina gedenya Sarwa lima. Kelapanya lima butir, telornya lima butir, pisangnya lima butir, dan yang lainnya juga berjumlah lima.
Banten Daksina menurut Lontar Parimbon Bebanten dalam bentuk uang ada sembilan jenis yaitu, Utamaning Utama 160.000, Madyaning Utama 80.000, Nistaning Utama 40.000, Utamaning Madya 50.000, Madyaning Madya 25.000, Nistaning Madya 16.000, Utamaning Nista 15.000, Madyaning Nista 8.000, Nistaning Nista 4.000. ini adalah sembilan gambaran umum tentang tingkat Daksina. Dalam bentuk banten Daksina dapat dibagi menjadi lima yaitu : Daksina Alit untuk upacara sehari-hari. Kalau isinya dilipatkan dua kali disebut Daksina pakala-kalaan. Kalau isinya dilipatkan tiga kali disebut Daksina Krepa, kalau empat kali disebut Daksina Gede atau Daksina Pamogpog. Kalau isinya dilipatkan lima kali disebut Daksina Galahan, demikian beberapa jenis Daksina dalam bentuk uang dan dalam bentuk Banten.
            Penyatuan Siva Sidhanta yang terdapat di dalam daksina adalah penyatuan sekte- sekte yang yang pada umumnya telah terdapat di dalam bahan pembuatan daksina tersebut. Sebenarnya didalam daksina ini telah terjadi penyatuan sekte Siwa sidantha tetapi yang lebih dominan terlihat adalah sekte Brahma kalau kita kaji dari bahan yang digunakan misalnya bahan Kelapa dan telur itu merupakan lambang dari buana agung dan didalam proses suatu penciptaan alam semesta sehingga Dewa Brahma yang lebih berperan didalam hal ini.

5.   Pengertian, Pembuatan, dan Penyatuan Sekte Dalam Sesayut
            Banten Sesayut atau Banten tatebasan kalau disimak dari arti kata Sesayut, yang berakar dari kata “Sayut” atau nyayut memiliki arti mengharapkan, mendoakan, mensthanakan dan mengembalikan. Sedangkan Tatebasan yang berakar dari kata “Tebas” yang memiliki arti sama dengan Sesayut. Setiap upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu akan memakai Banten Sesayut atau Banten Tatebasan yang berbeda-beda sesuai dengan   harapan dan tujuan upacara yang dilaksanakan, begitu juga dalam upacara Dewa-yadnya akan memakai Banten Sesayut sesuai dengan Ista Dewata yang akan di sthanakan atau di puja.
Oleh Ida pandhita Mpu Jaya Wiajayananda dalam dokumen tetandingan banten sesayut dalam forum jaringan Hindu nusantara di Facebook (ref).

1.      sesayut pasupati
upakara ini juga hampir sama dengan banten tetebasan hanya alasnya memakai tamas besar dan memakai sampian nagasari. Kata sesayut berasal dari kata “ayu” yang artinya cantik  atau rahayu, sedangkan kata naga sari berasal dari suku kata naga dan sari. Naga adalah perlambangan air bagi kepercayaan agama hindu sedangkan air dapat diartikan sebagai amerta , dengan demikian sampaian naga sari adalah merupakan simbol permohonan terhadap sanghyang widhi untuk memohon sarining amerta baik secara lahiriah maupun batiniah agar mencapai kerahayuan alam semesta beserta isinya, pasupati berasal dari pasu dan pati, pasu artinya binatang dan pati artinya menghidupkan.
Upakara / banten sesayut pasupati ini dibuat dari janur yang alasnya berbentuk bundar dengan lebar 30 sampai 35 cm (tamas gede) yang didalamnya tersusun bahan-bahan sebagai berikut : 
a.       disalah satu pinggiran tamas di jaritkan bentuk tulung sebanyak 2 (dua) buah tulung isi nasi merah, kacang dan saur. Disela-sela tulang berisi 1 daksina dan di sela-sela daksina di isi 1 kelanan tipat nasi dan di sela-sela tipat nasi di isi satu tumpeng agung berwarna merah yang dibawahnya di isi talenan ceper.  dan 1 penek agung merah yang dibawahnya di isi talenan dan di masing-masing tumpeng di tancapkan sebuah kwangen dan dibagian hulu di isi jajan uli merah putih, jajan begina merah putih, pisang atau buah-buahan diisi tebu dan porosan, kekaputan tape, penyeneng dan di isi 2 buah lalang/ambengan. Untuk tempat tirta bungkak kelapa merah / nyuh udang atau priuk kecil berisi air bersih, berisi tanda usehan sebagai tempat sambal dan kacang saur dan satu takir jejeron ayanm biying dan berisi satu pangkang ayam biying dan sampianya naga sari dan sampian andung. Didalam banten sesayut pasupati identik serba merah.
            Tetandingan pada upakara sesayut pasupati menjadi simbol yang mengandung makna – makna relegi sebagai berikut :
-      tamas gede sebagai simbol windhu dan memiliki makna sebagai kekuatan pawitra (penyucian)
-      2 buah tulung sebagai simbol permohonan kehadapan ida sang hyang widhi wasa
-      1 kelan tipat nasi, tipat ini di buat dari bahan janur dan rontal daun pandan, bentuknya seperti belah ketupat, berdiagonal, besar kecilnya sesuai dengan kebutuhan tipat ini merupakan simbol pradana (yoni) mengandung makna sebagai kekuatan dari sang hyang prakerti dan tipat ini sebagai pelengkap upakara daksina.
-      1 buah tumpeng agung bang merupakan simbol gunung  dan cerminan dari kekuatan purusanya sang hyang widhi sekala niskala
-      1 buah penek agung bang. Merupakan simbol danau/laut sebagai kekuatan pradana (prakerti) dari kekuatan sang hyang widhi
-      Sampian nagasari  memiliki makna memohon sarining merta.
-      Penyeneng memiliki makna memohon kehidupan kehadapan hyang siwa guru
-      Dua buah tanda usehan adalah sebagai simbol satu usehan dan satu lagi simbol pabahan  memiliki makna sebgai kekuatan sang hyang suniatma dan kekuatan  sang hyang siwatma.
-      Bungkak kelapa merah sebagai simbol toya/air sukla memiliki makna sebagai lukatan. Tirta maha amerta (siwa tirta).
-      2 buah lalang maknanya kita sebagai manusia memiliki pemikiran yang tajam (tirta amerta sanjewati kamandalu) tirta kehidupan.
-      Jajan begina merah putih menjadi simbol permohonan kehadapan sang hyang widhi baik bersifat purusa maupun prakerti
-      Jaje uli merah putih merupakan simbol permohonan kedamaian kehadapan sang hyang widhi baik secara sekala maupun niskala.
-      Tebu merupakan simbol permohonan amerta kehadapan ida sang hyang widhi wasa
-      Buah-buahan merupkan simbol permohonan kehadapan ida sang hyang widhi wasa, apa yang di persembahkan oleh umat agar di anugrahi sesuai dengan buah karmanya (pahala)
-      Porosan merupakan simbol permohonan kehadapan sang hyang widhi, agar di anugrahi silih asih antara mahluk ciptaanya dengan sang pencipta
-      Kacang saur dan sambal serta garam mengandung makna permohonan kehadapan ida sang hyang widhi  agar di anugrahi kekuatan , keteguhan iman (kacang), kedamaian (saur), kesidian (sambal), dan pengleburan (garam).
-      Ayam biying, sombol rajas (tenaga besar)
-      Sampian ending, sampaian ini dikatakan sampian ending karena merupakan tempat dari senjata panah. Sampian ending ini menjadi simbol gerombong geni (dipa) memiliki makna sebagai penangkal (penolak) dari segala gangguan yang berkekuatan kala buchari, agar bangunan suci tersebut tak ditempati sebagai setananya biasanya dipasangkan di sebelah kanan dari bangunan suci tersebut.
Tetandingan pada upakara sesayut pasupati
-      Tama gede sebagai simbol windhu dan memiliki makna sebagai kekuatan pawitra (penyusun)
-      Bungkak kelapa merah (nyuh udang) sebagai simbol toya (air) sukla memiliki makna sebagai kekuatan tirta maha amerta (siwa tirta)
-      Jajan, pisang, tebu, dan porosan
-      Tumpeng agung bang mawadah ceper
-      Penek agung bang mawadah ceper
-      Tulung urip 2
-      Tipat nasi 1 kelan
-      Daksina
-      Jejeroan
-      Ayam biying mepanggang
-      Pis bolong 9 keteng

6. Pengertian, Fungsi, dan Konsep Denyatuan Sekte DalamBanten Pejati

Banten Pejati itu terdiri dari :
  1. Daksina
  2. Banten Pras.
  3. Banten Sodan.
  4. Pesucian.
  5. Penyeneng.
Sekarang pejati ini diletakkan dlm satu nampan, paling depan daksina, sampingnya Banten Pras, dan dibelakangnya dua tamas sodan serta diatas penyeneng diselipin benang putih ..... Komentar Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara.

Beberapa makna filosfis dalam pejati adalah sebagai berikut:
1.       Srembeng / wakul / srobong / katung adalah lambang Hukum Rta yaitu hukum abadi Tuhan
2.       Tampak dara merupakan simbol keseimbangan baik makro kosmos maupun mikro kosmos
3.       Porosan / base tumpel merupakan lambang dari konsep Tuhan sebagai Brahma (pinang), Wisnu (sirih), Iswara (kapur) dan Mahadewa (plawa)
4.       Kelapa simbol pawitra (air keabadian / amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari 7 lapisan sapta loka karena ternyata kelapa terdiri dari 7 lapisan dari kulit luar hingga air di dalamnya.
5.       Kluwek lambang pradhana / prakerti / unsur kebendaan / perempuan
6.       Kemiri lambang purusa / unsur kejiwaan / laki-laki
7.       Papeselan lambang Panca Dewata ; daun duku : Iswara; daun manggis : Brahma; daun durian : Mahadewa; daun salak: Wisnu; dan daun nangka : Siwa
8.       Bumbu-bumbuan dan kacang-kacangan lambang sad rasa dan lambang kemakmuran
9.       Beras lambang ibu pertiwi (Anantha Boga)
10.    Benang pada daksina lambang naga Anantha Boga, Bhasuki dan Taksaka dalam proses pemutaran mandara giri untuk mencari amertha. Benang disini juga berarti alat/media penghubung antara pemuja dan yang dipuja
11.    Telor mentah (itik) simbol awal dari kehidupan / getar-getar kehidupan, lambang bhuana alit. Telor terdiri dari 3 lapisan seperti pada manusia yaitu badan wadag, badan roh dan badan penyebab
12.    Sesari pada daksina sebagai lambang saripati dari pekerjaan
13.    Sampyan payasan / pusung / simbol dari konsep tri kona
14.    Aled peras / kulit peras untuk dapat berhasil diperlukan persiapan yaitu pikiran benar, ucapan benar, pandangan benar dan tujuan benar
15.    Daun plawa lambang kesejukan, Bunga lambang cetusan perasaan, Bija benih-benih kesucian, Ari lambang pawitra / amertha dan Api saksi dan pendetanya Yajña
16.    Tamas : cakra atau perputaran hidup atau windu (simbol kekosongan yang murni/ananda)
17.    Ceper, lambang dari catur marga.
Demikian dijelaskan banten pejati dari beberapa sumber.





Daftar Pustaka


Ditulis Oleh : Unknown // 1:45 PM
Kategori:

0 komentar:

 

Followers