Etika Dwaita Wedanta
Tujuan tertinggi dari ajaran Dwaita adalah mencapai
kelepasan. Kelepasan dalam hal ini adalah peniadaan awidya secara sempurna.
Karena adanya awidyalah muncul samsara atau penderitaan dalam hidup ini.
Sesungguhnya banyak macam penderitaan yang ada di dunia ini seperti kelahiran,
umur tua, penyakit, ketidak harmonisan, keputus asaan dan lain sebagainya.
Penderitaan merupakan sebuah belenggu bagi setiap orang yang ingin mencapai
kelepasan. Menurut Dwaita dengan peniadaan awidya ini seseorang akan
mendapatkan pengetahuan tentang Tuhan dan kesejatian diri.
Semua bentuk penderitaan ini
kelihatannya selalu di imbangi dengan kesenangan, akan tetapi jika kesenangan
itu direnungkan secara mendalam, maka akan diketemukan bahwa kesenangan itu
adalah akar dari sebuah penderitaan. Penyebab adanya penderitaan adalah awidya
itu sendiri, dengan adanya awidya maka akan timbul nafsu-nafsu yang serakah
yang ingin dipuaskan disana-sini, keinginan kepada kesukaan, kemewahan hidup
dan keinginan kepada kekuasaan.
Proses penderitaan ini terjadi yaitu
pada saat keinginan itu dikaitkan dengan objak-objak duniawi. Keinginan yang
bertentangan dengan dharma itulah menyebabkan suatu penderitaan, yang semua ini
disebabkan oleh awidya. Ketidaktahuan atau awidya bersifat kosmis yang
menjadikan orang memiliki pandangan kabur terhadap hakikat Tuhan yang
sebenarnya dan hakikat diri sendiri.
Untuk mencapai kelepasan, sistem
dwaita mengajarkan beberapa jalan yaitu ; karmayoga,
srawana, manana, dan dhyana atau meditasi. Karmayoga mengajarkan bahwa
orang harus melaksanakan tugasnya tanpa mengharapkan pahalanya. Menurut
karmayoga, tindakan yang dilakukan oleh seseorang tidak dapat dihancurkan
sebelum tindakan itu membuahkan hasil. Tidak ada kekuatan dialam semesta ini
yang dapat menghentikan tindakan itu sehingga tidak membawa akibat. Contohnya
apabila seseorang berbuat jahat maka ia harus menderita karenanya, begitu juga
sebaliknya apabila seseorang berbuat baik maka ia akan mendapat pahala yang
baik pula. Karena pada hakikatnya sesuatu sebab pasti membawa akibat, terhadap
hal itu tidak ada suatu kekuatan yang dapat mengalahkannya.
Manusia yang ideal menurut karmayoga
ialah ia yang ditengah-tengahnya kesunyian dan kesepian menemukan kegiatan yang
hebat dan ditengah-tengah kegiatan yang hebat menemukan ia menemukan kesunyian
dan kesepian dan kesepian seperti layaknya di gurun pasir saja. Ini berarti ia
telah mengerti rahasia penahanan nafsu dan telah menguasai dirinya sendiri.
Menurut karmayoga kerja adalah suatu keharusan, tetapi hendaknya bekerja dengan
tujuan yang tertinggi.
Dwaita mengajarkan bekerjalah tanpa
berhenti, tetapi lepaskanlah segala pengikatan kepada pekerjaan itu. Serahkan
semua hasil kerja itu kepada Tuhan, karena pada hakikatnya apa yang dikerjakan
oleh seseorang, apa yang didengar, rasakan, dan yang ia lihat semata-mata untuk
Tuhan. Untuk pekerjaan-pekerjaan mulia apapun juga janganlah seseorang meminta
pujian, semua itu adalah kepunyaan Tuhan, berikanlah buahnya kepada Tuhan.
Dengan demikian karmayoga berusaha
mencapai kebebasan yang menjadi tujuan tertinggi bagi semua umat manusia dengan
jalan kerja. Tindakan yang didasarkan atas ego akan memperlambat jalannya
kelepasan, sebaliknya tindakan tanpa keakuan akan mempercepat proses kelepasan
itu. Hendaknya manusia hidup didunia ini hatinya selalu menghadap Tuhan dan
tangannya pada pekerjaan.
Karmayoga dalam dwaita juga termasuk
melakukan upacara keagamaan yang dilakukan menurut petunjuk weda melalui kitab
agama purana. Melakukan pemujaan melalui bentuk-bentuk simbolik dan mengulang
mantra-mantra suci dalam pemujaan kepada Tuhan juga termasuk dalam pelaksanaan
karmayoga.
Srawana adalah mendengarkan
petuah-petuah guru tentang isi kitab suci Weda, Agama, dan isi kitab purana,
dalam mempelajari isi kitab suci menurut dwaita hendaknya dibimbing oleh
seorang guru yang berwenang dibidang itu. Sehingga dengan demikian tujuan yang
hendak dicapai akan mudah direlisir. Setelah melakukan srawana dilanjutkan
dengan melakukan manana yaitu memahami, membahas, dan menguji apa yang didengar
itu sehingga muncul keyakinan yang mendalam mengenai kebenaran yang didukung
oleh kitab suci hendaknya dimeditasikan (dhyana) atau direnungkan secara
mendalam sehingga orang akan mendapatkan pengetahuan tentang hakikat Tuhan dan
hakikat dirinya sendiri. Pengetahuan ini akan melahirkan cinta kasih kepada
Tuhan. Cuta kasih itu harus dipelihara oleh setiap orang didalam dirinya
sendiri, sehingga menjadi cinta kasih yang terus-menerus kepada Tuhan.
Melalui dhyana atau meditasi itulah
diharapkan Tuhan berkenan menganugerahkan karunianya. Karena karunia itu
manusia akan dapat merealisasikan hakikat Tuhan dan hakikat dirinya sendiri
secara intuisi. Meditasi adalah sebagai penolong untuk hidup spiritual,
karenadalam meditasi orang akan dapat melepaskan semua ikatan pada dirinya dan
merasakan adanya getaran suci dari Tuhan Yang Maha Esa. Setelah semua disiplin
yang disebutkan diatas dilakukan dengan baik, maka iapun akan mencapai
kelepasan yaitu terlepasnya dari awidya. Dan akhirnya mereka terlepas dari
ikatan samsara dalam hidup ini dan pula sesudahnya.
0 komentar:
Post a Comment