BABAD PASEK GELGEL
Oleh : I Ketut Juli Sastrawan
PENDAHULUAN
Salah satu warisan budaya Bali yang
masih hidup di tengah-tengah masyarakat Balisampai sekarang adalah babad.
Berbicara masalah babad di Bali kita tidak dapatmelupakan jasa-jasa para
pecinta kebudayaan Bali untuk mengumpulkan naskah–naskahkuno berbentuk lontar
di agar terhindar dari kerusakan dan kemusnahan.Babad di Bali pada umumnya
memiliki 2 bentuk, yaitu berbentuk prosa (ganjaran)seperti
Babad Dalem, Babad Pasek,
Babad pengakan Timbul
dan sebagainya.dan yangkedua
berbentuk puisi (tembang, geguritan) seperti sinom uwug Payangan,
geguritanrusak Buleleng, ditulis di atas lontar yang menggunakan bahasa Jawa
kuno atau bahasaKawi. Dari segi isinya, pada umumnya lebih banyak menceritakan
masalah sejarahkeluarga sehingga bersifat lebih genealogis.Babad sebagai
Historiografi lokal masih bisadiklasifikasikan lagi yaitu ada yang bersifat
umum yaitu dapat dianggap sebagai induk seperti babad Dalem, Pemancangah,
Usana Bali, Usana Jawa yang menceritakankedatangan arya ke Bali.dari Jawa
sampai dengan masa kerajaan Gelgel.Ada jenis babadyang hanya satu kelompok dari
keluarga tertentu seperti Babad Pasek, prasasti Pande,Babad Catur Brahmana, dan
masih ada lagi sejarah keluarga yang lebih kecil, antara lain palelintih
sira arya gajah lan sira arya getas ,Pemancangah Anak Agung Karangasem,babad
Pande Tonja , babad bendesa Manik Mas . Babad dapat juga dikelompokan
dalamkaitannya dengan sejarah pemerintahan atau sejarah pemerintahan atau
sejarahkerajaan ,seperti babad mengwi , babad buleleng , babad Manggis Gianyar
,babadSukawati , babad Blahpatuh . Hampir semua isinya menceritakan keluarga
raja-raja yangmemerintah sehingga bersifat istana sentris atau raja kultus . Di
samping sejarahkeluarga ,ada babad yang menceritakan masalah runtuhnya suatu
kerajaan karena peperangan ,antara lain dengan istilah uwug ,rusak,rereg
yang berati hancur .
Beberapamasalah yang dihadapi dalam upaya melestarikan babad di Bali adalah masalah penyelamatan naskah yang berupa lontar agar terhindar agar dari proses kerusakan .Dalam usaha pelestarikan ini diperlukan penanganan serius dari seluruh pihak .Salah satucara melestarikan Babad di Bali adalah dengan cara melakukan pelestarian naskahmenerus dari satu generasi ke generasi berikutnya. Masyarakat Bali sampai sekarangmasih memfungsikan Babad lebih mengutamakan untuk menelusuri sejarah keluarga.
Beberapamasalah yang dihadapi dalam upaya melestarikan babad di Bali adalah masalah penyelamatan naskah yang berupa lontar agar terhindar agar dari proses kerusakan .Dalam usaha pelestarikan ini diperlukan penanganan serius dari seluruh pihak .Salah satucara melestarikan Babad di Bali adalah dengan cara melakukan pelestarian naskahmenerus dari satu generasi ke generasi berikutnya. Masyarakat Bali sampai sekarangmasih memfungsikan Babad lebih mengutamakan untuk menelusuri sejarah keluarga.
1
Itulah sebabnya timbul usaha untuk
menulis sejarah keluarganya. Menurut pandangandan keyakinan masyarakat Bali
bahwa fungsi babad adalah untuk mencatat silsilah paraleluhur dengan baik dan
dijauhkkan dari segala dosa, sehingga hubungan keluarga bisa bersatu padu
dan berbakti kepada leluhur agar mendapatkan keselamatan sampai ke
anak cucu.
PENGARTOS
Babad punika pengartos nyane
medaging cerita-cerita silsilah leluhur utawi kawitan jadma sane kakawi
mangda keturunan nyane uning saparindik kawitan nyane utawiingkah-ingkuh babad
nyane. Babad inggih punika ceritra indik silsilah kaluarga mawitsaking pamargin
para leluhure saking Nusa ke Nusa.
SEJARAH KERAJAAN RING BALI
Babad punika sampun wenten saking
abad ke-16. Ring rumasane punika kerajaanMajapahit sampun nguasain gumi Baline.
Krama Baline sampun polih maagama Hindu.Para krama baline sampun polih kapalih
antuk catur warna lan wangsa.Catur warnakapalih antuk Brahman (Ida Bagus,Ida
Ayu), ksatria (Cokorda,Dewa), waisia (Gusti), lansudra. Ring Bali wenten masih
petita wangsa lan Kawula Wisudha.Madasar saking prasasti Sukawana, sadurung
Kerajaan Majapahit Bali kaprintahantuk makudang-kudang kerajaan. Kerajaan sane
kapertama wenten ring Bulelengmawasta
Singamawanda
. Rajane mawasta Sri ratu Ugrasena.
Kerajaan sane lianan inggih punika kerajaan
Singadawala
ring Besakih, sane kaprintah antuk
Dinasti Warmadewa.Rajane punika maparab Sri Kesari Warmadewa, sane kadados raja
Purnawarman ringkerajaan Tarumanegara ring Jawa Barat. Kerajaan Singadawala
dados ngaonin kerajaanSingamawanda. Raris raja sane lianan sane ngwasain
Kerajaan Singadwala punika ringtahun 1343, Gadjah mada lan pasukan Majapahit
polih ngalahin raja Bali Sri AstasuraRatna bumi banten. Puniki ngawinin gumi
baline kaprintah antuk Kerajaan Majapahit.Raja sane kapertama puniki Sri Aji
Kresna Kepakisan. Luirin ipun wenten makudang-makudang arya sane dados
senopati. Punika dasar sejarah babad
WIGUNAN BABAD RING KRAMA BALI
Sekadi sane sampun kebaosan ring
ajeng, babad punika medaging crita kawitan jadma. Olih krana punika
penyusunan babad puniki meguna mangda kruna Bali sinamiankeuningin napi kawitan
nyane. Krane karma Bali galah sekadi mangkin sampun kedik sane uning
saparindik kawitan nyane. Duaning babad punika maguna ring utsahanglestariang
warisan budaya leluhur. Babad punika masih dados unsure seni kasusastraan bali
sane patut kelestariang.
PENGERTIAN BABAD
Istilah babad tidak hanya
dipergunakan di wilayah Bali. Istilah-istilah ini ternyata juga dikenal di
wilayah Jawa, Lombok, dan Madura. Di wilayah lainnya, babad dikenaldengan nama
yang berbeda. Misalnya di Sulawesi Selatan dikenal dengan
Tambo
,ataupun di Kalimantan dan Sumatera
dikenal dengan istilah hikayat.Dengan beberapa daerah itu, para peneliti
mencoba mendeskripsikan arti dari babaditu sendiri. Menurut Darusuprapto(1976),
babad merupakan salah satu jenis sastra-sejarah berbahasa Jawa baru yang
penamaannya beraneka ragam, antara lain berdasarkan namadiri, nama geografi,
nama peristiwa, atau yang lainnya. Lain lagi dengan SartonoKartodirdjo (1968)
yang mendeskripsikan babad sebagai suatu penulisan sejarahtradisional atau
historigrafi yang membentangkan riwayat, dimana sifat-sifat dan tingkatkultur
mempengaruhi bahkan menentukan bentuk itu sehingga historigrafi
selalumencerminkannya. Menurut Soekmono (1973), babad merupakan cerita sejarah
yang biasanya lebih berupa cerita daripada uraian sejarah. Teeuw (1984)
menejelaskan babadsebgai teks-teks historic atau genealogic yang mengandung
unsure-unsur kesusatraan.Itulah banyak pengertian mengenai babad, yang
diharapkan akan lebih memapankan kitadalam menghayati unsur-unsur dalam babad.
HAKIKAT BABAD
Babad telah dikembangkan sedemikian
rupa oleh beberapa penulis ulangnya. Realitas babad yang merupakan titik
temu sejarah dan sastra, dalam masa ini telah menunjukkan bentuk baru dari
naskah aslinya. Dengan demikian, babad tidaklah mutlak merupakandokumen
sejarah, tetapi dilihat juga sebagai teks hasil kreatifitas dalam menafsirkan
dan
3
membayangkan sejarah, tentunya
dalam rangka pandangan dunia masyarakat Bali. Olehkarena itu babad menjadi
semacam model gaya bercerita yang laku dimasyarakat. Itulahmengapa penulis
babad lebih menekankan karyanya pada pemberian makna daneksistensi manusia
lewat cerita, meskipun adapula peristiwa yang barangkali tidak
benar secara factual tetapi masuk akal secara maknawi. Memang kita sadari
ketika kitamemasuki cerita dalam babad, kita ada dalam regangan antara sejarah
dan kisah. Adanyarekaan dan kenyataan dalam sastra memiliki hubungan
dialektik(tiruan tidak mungkintanpa kreasi, dan kreasi tidak mungkin tanpa
tiruan) cukup memperjelas bahwakeberadaan dan perpaduan kenyataan dan impian
merupakan hal hakiki untuk kitasebagai manusia., Faktor objek yang tidak
mutlakpun mempengaruhi kreasi penulis, yangdikarenakan oleh beberapa hal
misalnya :
→
Fakta-fakta yang tidak pernah
lengkap, selalu berupa potongan-potongankisah yang harus menggunakan logika
secara fakta atau khayalan yangmelengkapinya.
→
Harus selektifnya penulis, karena
tidak semua data dan fakta samarelevannya. Sehingga mau tidak mau ia akan
menulis apa yang sebaiknyaditulis, bukan apa yang seharusnya ia tulis
→
Penulis adalah manusia yang secara
lansung atau tidak langsung dalamkaryanya akan dipengaruhi berbagai hal yang
menyangkut penulis,misalnya pendirian, latar belakang, daya nalarnya,
lingkungan, situasi, danaspek-aspek sosialb budaya lainnya
SIFAT BABAD
Seperti yang telah disebutkan dalam
beberapa pengertian diatas, maka babadmemiliki sifat-sifat
sacral-magis(dikramatkan), religi magis (mengandung kepercayaan),legendaris
(berhubungan dengan alam semesta), mitologis (berhubungan dengan dewadewa),
hagiografis (mengandung kemukjizatan yang menyimpang dari hukum alam),simbolis
(mengandung lambing-lambang, kata atau benda kramat), sugestif
(mengandungramalan, suatu gaib,tabir mimpi), istana sentries (berlokasi pada
kerajaan), pragmentaris(tidak lengkap), raja kultus (mengagungkan leluhur),
local (bersifat kedaerahan), dananonym (tanpa nama pengarang)
PERANAN DAN FUNGSI BABAD PADA
MASYARAKAT BALI
Sebagaimana telah disebutkan bahwa
babad pada hakekatnya merupakan penafsirankenyataan, berupa alternatifnya,
suatu kenyataan, berupa alternatifnya, atau kenyataanyang diberi makna cerita.
Dengan demikian, makna babad tidak terletak pada peristiwayang terjadi di
dalamnya, melainkan apa yang terungkap dibalik peristiwa itu. Dengankenyataan
itulah, babad memiliki system symbol yang dipandang menggambarkan suatucara
masyarakat Bali memperkuat dan melestarikan dirinya melalui simbolisasi dari
nilai-nilai serta konsep sosio-religius yang mendasari struktur social babad
itu sendiri. Hal itumenjadi penting ketika ditinjau dari segi proses interaksi
masyarakat bali sebagaimakhluk sosial, yang dalam konteks ini dipahami sebagai
interaksi lanjut oleh orang Balisebagai sarana pernyataan gagasan sebagai
manusia yang berbudaya dalam berinteraksi.Selanjutnya sebagai warisan budaya,
kiranya babad dapat dipandang sebagai konsepsi-konsepsi orang Bali dalam
menanggapi kehidupan dan lingkungannya demi eksistensinyasecara historis. Dari
segi lain, babad juga dapat dipandang sebagai suatu abstraksi tingkahlaku,
sebagai mekanisme control kelakuan orang Bali. Dengan begini, hal penting
dalam babad seperti bhisama dan persoalan sesame bagi klien bersangkutan
dapat dipahamidalam konteks yang lebih utuh. Walaupun babad ditulis untuk
mengenal serta mengingat peristiwa sejarah dengan berbagai konsekuensinya,
maka untuk kedepan kita dituntutuntuk dapat memahami dan memberikan penafsiran
secara jernih dan juga konprehensif mengingat bahwa fungsi dokumentasi
babad hendaknya dipahami sebagai kodratnyasebagai ciptaan sastra. Babad dengan
realitasnya memiliki hukumnya sendiri yang tidak harus sama dengan apa
yang ada di alam nyata. Oleh karena itulah, maka dari isi babadtidaklah dapat
dipertanggung jawabkan secara penuh. Informasi yang ada dalam babadhanya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan tambahan. Jika informasi tersebut
dimanfaatkansebagai bahan penyusun sejarah, haruslah dicari hubungan yang
relevan dengan sumber-sumber sejarah lainnya.Walaupun demikian, babad diakui
diciptakan dalam rangka struktur dan pemenuhanfungsi. Sejalan dengan itulah,
maka babad dapat difungsikan sebagai berikut :
→
Berfungsi melegitimasi asal usul
ataupun silsilah leluhur seseorang,kejadian atau peristiwa,desa,pura, atau
hal-hal nlainnya. Sehubungan dengan itulah
5
maka factor kepercayaan dan
religius berhadapan dan saling menentukan satu samalainnya. Penambahan
unsur-unsur lainnya seperti mitos, legenda,hagiografisimbolisme, dan sugesti
amat dibutuhkan dalam upaya menambahkan kekramatandan kewajiban tokoh atau
peristiwa yang dilegitimasi.
→
Selain itu, babad berfungsi pula
untuk penghormatan pada leluhur.Sebagaimana telah diketahui bahwa salah satu
kepercayaan orang Bali adalahkepercayaan terhadap leluhurnya. Adanya kasus
mengenai leluhurnya, hidupsengsara. Tetapu setelah menemukan dan mengenal
leluhurnya, kehidupannyamenjadi lebih baik. Tersirat dalam kekawin Ramayana,
bahwa untuk menjadiseseorang yang memiliki kebajikan (gunamanta) seperti sang
dasarartha, maka kitadiwajibkan berbakti pada leluhur (tar malupeng pitrapuja)
disamping bertaqwa(bhakti ring dewa).
→
Berikutnya babad difungsikan
sebagai penuntun keturunan tokohnyadalam menjalankan kewajiban lanjutan
leluhurnya.Dalam hal ini, babad dapat dipandang sebagai suatu mekanisme
penataan tingkahlaku,dan mekanisme control bagi tingkah orang Bali. Dikatakan
babad sebagai kristalisasi pandangan hidup dan ajaran-ajaran luhur dimasa
lampau, ini dikarenakan oleh adanya bhisama leluhur dalam setiap isi babad
yang wajib dilaksanakan oleh keturunannya untuk lebih mengenal diri. Memahami
eksistensi dan hakikat diri sebagai makhluk sosial.Artinya, babad tidak
mengajarkan keturunannya untuk hidup terkotak-kotak, membatasilingkungan
hidupnya, tetapi sebaliknya yaitu mengajarkan untuk berinteraksi sebagaimakhluk
sosial. Dalam penjelasan inilah, babad merupakan gabungan antara antologisdan
kosmologis. Untuk itulah adanya usaha konprehensif, baik terhadap manusia
itusendiri dan dunianya beserta Tuhan dalam keseluruhan konseptual yang
koheren. Halitulah yang memaksa pikiran untuk menggali inti yang tersembunyi
dalam struktur-stuktur pengalaman manusia pada masa yang lalu. Akan sangat baik
apabila keturunankita mampu melaksanakan pemahaman yang demikian tentang babad
sehingga yangdemikian tentang babad sehingga tumbuh kesadaran yang terfleksikan
dalam bentuk pelaksanaan dharma negara, yang ditiru dari jejak
leluhurnya, dan perlu kita sadari bahwa babad adalah produk lampau yang
telah dimaknai masa kini. Artinya, diperlukankepekaan terhadap situasi dan
kondisi zaman pada saat membacanya.Tak jarang terjadi
sebab semua sudah dibawa oleh
Padanda Cakti Bukian ke Mengwi. Mereka yang tinggaldi desa Kayuputih ingat
dengan anugrah dulu dari Bhatara Caturmuka tentang PasupatiWidiastra dan Catur
Wedhadhaparaga, lalu mereka membuat senjata pusaka. KemudianPadanda Cakti
Ngurah Pamade dari Kayuputih pindah ke banjar Tiyingtali desa
Jagaraga,Buleleng. Sedang Padanda Cakti Kamenuh tetap tinggal di desa
Kayuputih. Merekainilah yang menurunkan warga Brahmana Kamenuh. Demikian ikhwal
adannya wargaBrahmana Kamenuh, akibat berhasilnya bujukan prebekel desa
Kayuputih, daerahBuleleng, yaitu Pasek Gelgel keturunan I Gusti Pasek Gelgel di
Banjar Pegatepan, desaGelgel, daerah Klungkung. Begitu pula ikhwal adanya Pasek
Gelgel di Kekeran DesaMengwitani, Badung.
Bandesa Gde Selat Diangkat Menjadi
Anglurah di Padanglawah.
Raja Pamecutan Maharaja Cakti akan
menyelenggarakan yajna yaitu Karya Agungdengan ulama sucinya (lauk pauk utama)
terdiri dari berbagaio macam-macam binatanghutan, antara lain harimau, landak,
kelesih, kera, rusa dan lain-lainnya. Untuk mendapatkan binatang ini, tentu
harus ditugaskan seorang pemburu yang ahli dan betul- betul mempunyai
keberanian luar biasa. Maklum, ia tentu harus menjelajah hutan belantara yang
belum pernah dijamah orang. Tatkala Maharaja Cakti sedang memikirkansiapa
gerangan yang ditugaskan berburu binatang-binatang yang sangat berbahaya
itu,maka beliau teringat pada Gde Selat keturunan I Gusti Pasek Gelgel di
Banjar Pegatepan,Desa Gelgel, Klungkung, yang baru seminggu mengabdikan diri kepada
Raja Badung.Lalu tugas itupun diemban Gde Selat. Dengan diiringi 20 orang,
sesudah memohon izinkepada Maharaja Cakti Pemecutan, Gde Selat lalu berangkat
dengan membawa perbekalan cukup untuk sebulan. Mereka terus masuk kedalam hutan
yang amat lebat didaerah Jembrana. Hanya dalam tempo 10 hari, Gde Selat beserta
rombongan berhasilmenangkap binatang-binatang hutan yang akan dijadikan lauk
pauk pada karya agung.Lalu mereka kembali ke Badung dan menyerahkan
binatang-binatang itu kepada RajaMaharaja Cakti. Dengan demikianlah dapat yajna
karya agung tersebut diselenggarakanRaja Maharaja Cakti. Oleh karena Gde Selat
dianggap berjasa, lalu ia diangkat menjadi
125
Anglurah Padanglwih atau
Padanglambih bagian barat. Sedang Padanglwih bagian timur sudah diperintahkan
oleh I Gusti Agung Lanang Dawan. Selanjutnya Gde Selat bergelar IGusti Gde
Selat.Kemudian I Gusti Gde Selat berputra dua orang laki-laki. Yang sulung
bernama IGusti Wayahan Bandesa Mas, dan adiknya bernama I Gusti Nengah Bandesa
Mas.Karena I Gusti Gde Selat sudah lanjut usia, lalu tampuk pimpinan
pemerintahandiserahkan kepada I Gusti Wayahan Bandesa Mas. Namun I Gusti
Wayahan BandesaMas tidak dapat menyetujui pengangkatan ini. Ia minta agar
daerah itu dibagi menjadi 2,sehingga mereka berdua sama-sama memiliki daerah
kekuasaan. Akan tetapi I GustiWayahan Bandesa Mas tetap dan bertahan dengan
keputusan orang tuanya, bahwa daerahitu adalah daerah kekuasaanya. I Gusti Gde
Selat lalu meninggal dunia. I Gusti NengahBandesa Mas tetap bersikeras dan
menuntut agar daerah Padanglwih dibagi menjadi 2daerah, akan tetapi I Gusti
Wayahan Bandesa Mas tetap mempertahankan keutuhandaerah Padanglwih.Semakin lama
perselisihan semakin memuncak dan akhirnya pihak I Gusti NengahBandesa Mas
menyerang I Gusti Wayahan Bandesa Mas yang terletak di sebelah utara pasar.
Serangan itu mengakibatkan terjadinya pertempuran sengit. Di dalam
pertempuranini banyak korban berjatuhan sehingga banyak pula mayat sampai
bertumpuk-tumpuk.Darahnya mengalir seperti air parit mengalir yang menimbulkan
suara
ngerobok
(beriak).Mulai saat itu desa
Padanglwih berubah nama menjdai desa Ngerobok dan akhirnya desaKerobokan. Kedua
orang saudara kandung ini tidak ada menjadi pemenang. Karmakeduanya sangat
tebal, sehingga tidak dapat terlukai oleh setiap senjata. Yang menjadikorban
adalah rakyatnya masing-masing. Untuk menghindari dan menghentikan permusuhan
ini, lalu I Gusti Wayahan Bandesa Mas dating menghadap Raja Badung diPemecutan,
dan mempermaklumkan tentang apa yang terjadi di desa Krobokan. Tatkalaitu I
Gusti Wayahan Bandesa Mas mohon kepada Raja Badung supaya
diperkenankanmengangkat seorang putranya menjadi pimpinan pemerintahan di
daerahnya. RajaBadung memenuhi permohonan I Gusti wayahan Bandesa Mas yakni
mengijinkanmengangkat seorang putranya menjadi pimpinan pemerintahan di desa
Krobokan bagianutara, dan di beri gelar I Gusti Ketut Krobokan.
126
Adapun I Gusti Ketut Krobokan
dibuatkan Jro Krobokan Kajanan. Sedang seluruhkeluarga I Gusti Wayahan Bandesa
Mas membuat rumah sebagai
pekandel jro
. Mulaisaat itu I Gusti Wayahan
Bandesa Mas dan keturunan tidak lagi memakai gusti, sebabsemua kekuasaannya
sudah diserahkan kepada I Gusti Ketut Kerobokan. Sejak itu I GustiWayahan
Bandesa Mas disebut Ki Bandesa Mas. Demikian seterusnya anak cucu sampaiketurunannya
sekarang. Dari peristiwa ini I Gusti Nengah Bandesa Mas merasa terpukul,lalu ia
berangkat ke Mengwi menghadap Raja Mengwi untuk memohon seorang putraRaja
Mengwi untuk diangkat di desa Krobokan menjadi pimpinan pemerintahan.
Akantetapi Raja Mengwi tidak dapat memenuhi permintaannya, karena
mengharapkanhubungan Mengwi dan Badung tetap baik. Kemudian I Gusti Nengah
Bandesa Maskembali ke desa Krobokan, dengan hati yang sangat kesal. Lalu ia
terus datingmenghadap ke Puri Agung Pemecutan, memohon seorang putra Raja
Badung untuk diangkat menjadi pimpinan pemerintahan di desa krobokan bagian
selatan. RajaPemecutan menyetujui permohonan I Gusti Nengah Bandesa Mas. Beliau
menunjuk seorang putranya yang masih jejaka, sedang putra-putranya yang lain
sudah keluar dari puri Pemecutann, menempati tempat-tempat yang dianggap rawan
dan sering diserangoleh pihak lawan. Putranya yang bernama I Gusti Lanang Celuk
waktu itu sedangmenuntut ilmu di Puri Agung Klungkung.Kedua orang pimpinan
pemerintahan itu oleh ayahnya Raja Badung ditugaskan untuk meningkatkan
kewaspadaan terhadap desa-desa di perbatasan, antara lain Desa Dalungyang
merupakan basis terdepan bagi kerajaan Mengwi yang sering dipakai tempatmemulai
mengadakan kekacauan terhadap keamanan kerajaan Badung. KemudianBandesa Selat
atausering disebut juga Bandesa Mas, lama-lama banyak menurunkan IGusti Ketut
Kerobokan dan keturunan I Gusti Lanang Celuk. Oleh sebab itu diantaranyaselalu
terjalin hubungan yang harmonis. Demikianlah ikhwal diangkatnya Bandesa
GdeSelat oleh Raja Maharaja Cakti di Puri Pemecutan sebagai anglurah di
Pandanglwih atauPadanglambih kemudian berubah menjadi Desa Kerobokan, bergelar
I Gusti BandesaSelat. Seterusnya desa Krobokan oleh putra dari I Gusti Gde
Selat kepemimpinannyadiserahkan kepada I gusti Ketut Krobokan dan I Gusti
Lanang Celuk keduanya putra dariRaha Maharaja Cakti dari Puri Pemecutan.
127
Demikianlah keturunan Mpu
Withadarmma, yang lazim disebut Pasek Bandesa Mas,Pasek Gelgel, Pasek Bandesa,
Pasek Bandesa Tebuwana, Bandesa Manik Mas, Pasek Pegambuhan, Pasek Galengan,
Pasek Bea, Pasek Dawuh, Pasek Sekalan, Pasek TangkasKori Agung, dan
lain-lainnya. Begitu pula peranan keturunan Mpu Withadharmma dalam berbagai
peristiwa membawa dampak positif, bukan saja bagi keturunan beliau namun juga
bagi masyarakat luas
"Om
Awighnam Astu Nama Siwaya"
Di bagian lain diceritakan, Putri ke tiga dari Ida Bhatara Dalem Tamblingan yang bernama Dewa Ayu Mas Dalem Tamblingan merabian (menikah) ring Ngurah Mucaling Ring Nusa (Ida Dalem Ped) dan melinggih di Nusa Penida (Pura Dalem Ped) diiringi parekan yang bernama Pasek Ulika yang kemudian berganti nama menjadi Pasek Kulisah. Ida Dalem Ped dan Dewa Ayu Mas Dalem Tamblingan mempunyai 2 Putra yang bernama:
1. Dewa Dalem Maspahit (melinggih ring Majapahit/Nusa Penida)
2. Dewa Dalem Madura Sakti (melinggih ring Gunung Sari-Sukasada)
Beliau juga memiliki 3 sebutan lain lagi, yakni: Ida Bhatara Ngurah Panji Sakti, Ida Bhatara Ngurah Agung Panji, atau Ida Bhatara Ngurah Agung Sakti.
Arti dari kedua nama tersebut di atas adalah sebagai berikut:
• Maspahit berarti Paling Pahit, sedangkan Madura Sakti berarti Paling Manis, kalau arti dari kedua nama Putra Beliau ini digabungkan, akan melahirkan konsep Rwa Bhineda, yakni: Manis-Pahit menjadi Suka-Duka (seneng-sebet/jele-melah) kemudian menjadi Hitam-Putih dan akhirnya menjadi Poleng, hal inilah yang menyebabkan mengapa warna wastra (kain penghias) pelinggih-pelinggih di Pura Dalem umumnya berwarna hitam-putih (poleng).
Ida Bhatara Dalem Ped merupakan Pepatih dari Ida Bhatara Kondra Prajaya Crangcang Kawat (Ida Bhatara Ganesa) yang melinggih di Pura Tajun (di Pancasari, tepi Danau Tamblingan) dan Pura Bukit Sinunggal (Desa Tajun) serta dipuja/disembah di Pura Jagadnata seluruh Bali. Beliau adalah Putra dari Ida Bhatara Aji Sakti (Dewa Dalem Majapahit/Ida Bhatara Siwa Guru) yang merupakan Penguasa Alam berserta isinya yang melinggih di Pura Bukit Sinunggal dan juga melinggih di Gunung Agung. Ida Bhatara Ganesa mempunyai 2 Istri yakni:
1. Dewa Ayu Guna Anyar (melinggih ring Pura Gunung Anyar), mempunyai 1 Putri yang bernama Dewa Ayu Deling
2. Dewa Ayu Sari (melinggih ring Pura Gunung Sari), mempunyai 1 Putri yang bernama Dewa Ayu Mas Sari
Kemudian, diceritakan Dewa Dalem Maspahit mengambil Dewa Ayu Deling sebagai istri yang diajak melinggih di Nusa Penida dan menurunkan Putra bernama Gusti Ngurah Melayu yang nantinya ikut melinggih di Panji-Sukasada. Dewa Dalem Madura Sakti mengambil Dewa Ayu Mas Sari sebagai istri, yang diajak melinggih ring Gunung Sari, kemudian beliau dianugrahkan 2 parekan yang bernama I Dorakala dan I Jogormanik, dan juga mendapatkan anugrah dari Ibunya (Dewa Ayu Sari) yakni seekor Naga pada sebilah Keris, kemudian Naga tersebut ditunggangi bersama istrinya menuju Hutan Wani di Gobleg. Setelah sampai di Hutan Wani, beliau bertemu dengan seseorang yang sedang menunggu Bunga Tunjungsari, kemudian ditanyalah orang tersebut, siapakah dia dan darimana asalnya, orang tersebut berkata bahwa dia datang dari Watik kemudian menuju Blambangan kemudian datang kepada Dukuh Katrangan dan diperintahkan oleh Dukuh Katrangan untuk menunggu bunga tunjung tersebut dan jika ada yang menghapirinya, beliaulah yang merupakan Gustinya dan disanalah harus menjadi parekan. Diangkatlah orang tersebut menjadi parekan Dewa Dalem Madura Sakti yang diberi nama Jelantik, dengan sebutan Gusti, yang merupakan Papatih Blambangan.
Kemudian diceritakan, Dewa Dalem Madura Sakti mempunyai 2 Putra sebagai berikut:
1. Gusti Ngurah Mucaling, beliau baru lahir sudah bisa menyebut bapak dan ibunya serta memiliki 2 buah caling (gigi taring) di gigi bagian atas
2. Gusti Ngurah Panji Sakti, beliau baru lahir juga sudah bisa menyebut bapak dan ibunya serta berselimut sutra kuning, menggunakan Gegelung Mas Taji dan anting-anting.
Sebelumnya Dewa Dalem Madura Sakti juga mempunyai Putra-Putri Kembar (Kembar Buncing) yang ditadah oleh I Dorakala dan I Jogormanik, karena Beliau tidak boleh mempunyai Putra-Putri Kembar tersebut. Atas Dasar inilah penulis menyimpulkan bahwa adanya Sima Anak Kembar Buncing (Sima Panak Salah) berawal dari sini, jadi sedikit penulis ulas di sini, jika ada yang mempunyai Anak Kembar Buncing (Kembar Laki-Perempuan) dalam suatu Desa harus ditempatkan dekat Pura Dalem agar dapat terlihat dari dekat oleh Parekan Ida Bhatara Dalem yakni Sanghyang Dorakala dan Sanghyang Jogormanik sehingga tidak ada yang berani mengganggu bayi tersebut karena merupakan tetadahan Sanghyang Dorakala dan Sanghyang Jogormanik, tempat ini biasanya disebut Tlugtug (pangseg banyu), kemudian setelah 42 hari baru boleh diupacarai oleh kedua orang tuanya dibantu oleh Krama Desa setempat dan dilukat (dimandikan di Suan Alit/Telabah tempat Melis dan Mekiis) setelah itu barulah bayi kembar tersebut diperbolehkan tinggal di Desa agar berada dalam keadaan selamat.
Selanjutnya, Gusti Ngurah Panji Sakti melinggih di Alas Panji (Desa Panji), dianugrahkan Gusti Jelantik (Papatih Blambangan) sebagai parekan sayang oleh Aji-nya, kemudian datanglah Putra dari Dewa Dalem Maspahit dari Majapahit/Nusa Penida yakni Gusti Ngurah Melayu bersama 16 parekan yang berasal dari Watulepang, ikut bergabung dengan Gusti Ngurah Panji Sakti, yang kemudian parekannya itu diberikan kepada Gusti Ngurah Panji Sakti sebagai Tabeng Dada (Penjaga Keamanan Pribadi). Setelah kedua putra dari Dewa Dalem Madura Sakti dewasa, ada keinginan putranya tersebut berperang untuk menguji kesaktiannya, dan diperintahlah Gowak Putih oleh Dewa Dalem Madura Sakti untuk mencarikan lawan tanding buat kedua putranya tersebut, berangkatlah Gowak Putih tersebut menuju Blambangan dan menyampaikan pesan kepada Ngurah Dalem Blambangan agar siap berperang besok melawan Dewa Dalem Madura Sakti bersama putra-putranya. Kemudian berangkatlah Beliau bersama putra-putranya yang diiringi belasan parekan Watulepang menuju Blambangan untuk berperang melawan Ngurah Dalem Blambangan, singkat cerita, akhirnya Ngurah Dalem Blambangan menyerah kalah dan menyerahkan semua kesaktiannya kepada Gusti Ngurah Panji Sakti. Dengan demikian, diakuilah kesaktian dari Putranya tersebut dan diperintahkanlah Gusti Ngurah Panji Sakti oleh Aji-nya untuk membuat Puri di Sukasada yang menguasai wilayah Panji-Sukasada bersama-sama dengan saudara-saudaranya yakni Gusti Ngurah Melayu sebagai Ratuning Kala Gering dan Gusti Ngurah Mucaling sebagai Ratuning Kala, dan diingatkan pula kepada Beliau untuk tidak menggunakan Budha-Kara, sebab nanti akan menjadi panjak bumi.
Kemudian diceritakan Gusti Ngurah Panji Sakti dicarikan 2 istri oleh Aji-nya yang bernama Lengkesari yang dilinggihkan ring Tengen menguasai wilayah Sukasada dan Ayu Segara (Putrinya Agung Lungka) yang dilinggihkan ring Kiwa menguasai wilayah Panji. Yang melinggih ring Sukasada menurunkan Putra yang bernama Kerta Wijaya. Selanjutnya Gusti Ngurah Panji Sakti kembali ke Puri dan membuat keris yang akan diberikan kepada parekannya, ternyata jumlah keris tersebut lebih lagi 2 buah yang kemudian akan diberikan kepada Putranya, keris tersebut bernama Luk Maya, kemudian terdengar suara jangkrik yang sangat keras yang memekakan telinga sehingga lubang jangkrik tersebut ditutup dengan salah satu dari keris tersebut dan dari lubang jangkrik tersebut keluarlah Air Suci yang kemudian diambil oleh Putra Ngurah Dalem Panji Sakti. Setelah itu, diperintahkanlah Putranya untuk melinggih di suatu daerah dimana ada Wantilan yang menggunakan atap Duk, daerah tersebut bernama Gianyar, di sanalah Putranya melinggih dengan nama Dewa Agung Jepang dan diberikan parekan Truna Tekor sebanyak 20 parekan. Kemudian ada keinginan Dewa Agung Jepang untuk berperang melawan Agung Taheban, akhirnya dikalahkanlah Agung Taheban dan lari ke Cakranegara, disanalah beliau menyerahkan semua kesaktiannya kepada Gusti Ngurah Panji Sakti.
Setelah Gusti Ngurah Panji Sakti melinggih di Puri Sukasada dan menguasai daerah Panji bersama saudara-saudaranya yakni Gusti Ngurah Melayu dan Gusti Ngurah Mucaling, dengan Papatihnya yang bernama Gusti Jelantik dan belasan parekan dari Watulepang, ada keinginan Aji-nya untuk pulang ke Alam Sunia dan dimohon kepada Putranya untuk tidak menghalangi (iklas) pada waktu kepulangannya nanti. Kemudian dinyalakanlah Api yang besar dan terjunlah Aji-nya ke dalam api tersebut, namun beliau kemudian diambil oleh Putranya, oleh karena itu dikutuklah Gusti Ngurah Panji Sakti oleh Aji-nya supaya semua keturunannya nanti pada waktu meninggalnya akan terlihat mayatnya (biasanya kalau mencapai Moksa, mayatnya tidak ada).
Di bagian lain diceritakan, Putri ke tiga dari Ida Bhatara Dalem Tamblingan yang bernama Dewa Ayu Mas Dalem Tamblingan merabian (menikah) ring Ngurah Mucaling Ring Nusa (Ida Dalem Ped) dan melinggih di Nusa Penida (Pura Dalem Ped) diiringi parekan yang bernama Pasek Ulika yang kemudian berganti nama menjadi Pasek Kulisah. Ida Dalem Ped dan Dewa Ayu Mas Dalem Tamblingan mempunyai 2 Putra yang bernama:
1. Dewa Dalem Maspahit (melinggih ring Majapahit/Nusa Penida)
2. Dewa Dalem Madura Sakti (melinggih ring Gunung Sari-Sukasada)
Beliau juga memiliki 3 sebutan lain lagi, yakni: Ida Bhatara Ngurah Panji Sakti, Ida Bhatara Ngurah Agung Panji, atau Ida Bhatara Ngurah Agung Sakti.
Arti dari kedua nama tersebut di atas adalah sebagai berikut:
• Maspahit berarti Paling Pahit, sedangkan Madura Sakti berarti Paling Manis, kalau arti dari kedua nama Putra Beliau ini digabungkan, akan melahirkan konsep Rwa Bhineda, yakni: Manis-Pahit menjadi Suka-Duka (seneng-sebet/jele-melah) kemudian menjadi Hitam-Putih dan akhirnya menjadi Poleng, hal inilah yang menyebabkan mengapa warna wastra (kain penghias) pelinggih-pelinggih di Pura Dalem umumnya berwarna hitam-putih (poleng).
Ida Bhatara Dalem Ped merupakan Pepatih dari Ida Bhatara Kondra Prajaya Crangcang Kawat (Ida Bhatara Ganesa) yang melinggih di Pura Tajun (di Pancasari, tepi Danau Tamblingan) dan Pura Bukit Sinunggal (Desa Tajun) serta dipuja/disembah di Pura Jagadnata seluruh Bali. Beliau adalah Putra dari Ida Bhatara Aji Sakti (Dewa Dalem Majapahit/Ida Bhatara Siwa Guru) yang merupakan Penguasa Alam berserta isinya yang melinggih di Pura Bukit Sinunggal dan juga melinggih di Gunung Agung. Ida Bhatara Ganesa mempunyai 2 Istri yakni:
1. Dewa Ayu Guna Anyar (melinggih ring Pura Gunung Anyar), mempunyai 1 Putri yang bernama Dewa Ayu Deling
2. Dewa Ayu Sari (melinggih ring Pura Gunung Sari), mempunyai 1 Putri yang bernama Dewa Ayu Mas Sari
Kemudian, diceritakan Dewa Dalem Maspahit mengambil Dewa Ayu Deling sebagai istri yang diajak melinggih di Nusa Penida dan menurunkan Putra bernama Gusti Ngurah Melayu yang nantinya ikut melinggih di Panji-Sukasada. Dewa Dalem Madura Sakti mengambil Dewa Ayu Mas Sari sebagai istri, yang diajak melinggih ring Gunung Sari, kemudian beliau dianugrahkan 2 parekan yang bernama I Dorakala dan I Jogormanik, dan juga mendapatkan anugrah dari Ibunya (Dewa Ayu Sari) yakni seekor Naga pada sebilah Keris, kemudian Naga tersebut ditunggangi bersama istrinya menuju Hutan Wani di Gobleg. Setelah sampai di Hutan Wani, beliau bertemu dengan seseorang yang sedang menunggu Bunga Tunjungsari, kemudian ditanyalah orang tersebut, siapakah dia dan darimana asalnya, orang tersebut berkata bahwa dia datang dari Watik kemudian menuju Blambangan kemudian datang kepada Dukuh Katrangan dan diperintahkan oleh Dukuh Katrangan untuk menunggu bunga tunjung tersebut dan jika ada yang menghapirinya, beliaulah yang merupakan Gustinya dan disanalah harus menjadi parekan. Diangkatlah orang tersebut menjadi parekan Dewa Dalem Madura Sakti yang diberi nama Jelantik, dengan sebutan Gusti, yang merupakan Papatih Blambangan.
Kemudian diceritakan, Dewa Dalem Madura Sakti mempunyai 2 Putra sebagai berikut:
1. Gusti Ngurah Mucaling, beliau baru lahir sudah bisa menyebut bapak dan ibunya serta memiliki 2 buah caling (gigi taring) di gigi bagian atas
2. Gusti Ngurah Panji Sakti, beliau baru lahir juga sudah bisa menyebut bapak dan ibunya serta berselimut sutra kuning, menggunakan Gegelung Mas Taji dan anting-anting.
Sebelumnya Dewa Dalem Madura Sakti juga mempunyai Putra-Putri Kembar (Kembar Buncing) yang ditadah oleh I Dorakala dan I Jogormanik, karena Beliau tidak boleh mempunyai Putra-Putri Kembar tersebut. Atas Dasar inilah penulis menyimpulkan bahwa adanya Sima Anak Kembar Buncing (Sima Panak Salah) berawal dari sini, jadi sedikit penulis ulas di sini, jika ada yang mempunyai Anak Kembar Buncing (Kembar Laki-Perempuan) dalam suatu Desa harus ditempatkan dekat Pura Dalem agar dapat terlihat dari dekat oleh Parekan Ida Bhatara Dalem yakni Sanghyang Dorakala dan Sanghyang Jogormanik sehingga tidak ada yang berani mengganggu bayi tersebut karena merupakan tetadahan Sanghyang Dorakala dan Sanghyang Jogormanik, tempat ini biasanya disebut Tlugtug (pangseg banyu), kemudian setelah 42 hari baru boleh diupacarai oleh kedua orang tuanya dibantu oleh Krama Desa setempat dan dilukat (dimandikan di Suan Alit/Telabah tempat Melis dan Mekiis) setelah itu barulah bayi kembar tersebut diperbolehkan tinggal di Desa agar berada dalam keadaan selamat.
Selanjutnya, Gusti Ngurah Panji Sakti melinggih di Alas Panji (Desa Panji), dianugrahkan Gusti Jelantik (Papatih Blambangan) sebagai parekan sayang oleh Aji-nya, kemudian datanglah Putra dari Dewa Dalem Maspahit dari Majapahit/Nusa Penida yakni Gusti Ngurah Melayu bersama 16 parekan yang berasal dari Watulepang, ikut bergabung dengan Gusti Ngurah Panji Sakti, yang kemudian parekannya itu diberikan kepada Gusti Ngurah Panji Sakti sebagai Tabeng Dada (Penjaga Keamanan Pribadi). Setelah kedua putra dari Dewa Dalem Madura Sakti dewasa, ada keinginan putranya tersebut berperang untuk menguji kesaktiannya, dan diperintahlah Gowak Putih oleh Dewa Dalem Madura Sakti untuk mencarikan lawan tanding buat kedua putranya tersebut, berangkatlah Gowak Putih tersebut menuju Blambangan dan menyampaikan pesan kepada Ngurah Dalem Blambangan agar siap berperang besok melawan Dewa Dalem Madura Sakti bersama putra-putranya. Kemudian berangkatlah Beliau bersama putra-putranya yang diiringi belasan parekan Watulepang menuju Blambangan untuk berperang melawan Ngurah Dalem Blambangan, singkat cerita, akhirnya Ngurah Dalem Blambangan menyerah kalah dan menyerahkan semua kesaktiannya kepada Gusti Ngurah Panji Sakti. Dengan demikian, diakuilah kesaktian dari Putranya tersebut dan diperintahkanlah Gusti Ngurah Panji Sakti oleh Aji-nya untuk membuat Puri di Sukasada yang menguasai wilayah Panji-Sukasada bersama-sama dengan saudara-saudaranya yakni Gusti Ngurah Melayu sebagai Ratuning Kala Gering dan Gusti Ngurah Mucaling sebagai Ratuning Kala, dan diingatkan pula kepada Beliau untuk tidak menggunakan Budha-Kara, sebab nanti akan menjadi panjak bumi.
Kemudian diceritakan Gusti Ngurah Panji Sakti dicarikan 2 istri oleh Aji-nya yang bernama Lengkesari yang dilinggihkan ring Tengen menguasai wilayah Sukasada dan Ayu Segara (Putrinya Agung Lungka) yang dilinggihkan ring Kiwa menguasai wilayah Panji. Yang melinggih ring Sukasada menurunkan Putra yang bernama Kerta Wijaya. Selanjutnya Gusti Ngurah Panji Sakti kembali ke Puri dan membuat keris yang akan diberikan kepada parekannya, ternyata jumlah keris tersebut lebih lagi 2 buah yang kemudian akan diberikan kepada Putranya, keris tersebut bernama Luk Maya, kemudian terdengar suara jangkrik yang sangat keras yang memekakan telinga sehingga lubang jangkrik tersebut ditutup dengan salah satu dari keris tersebut dan dari lubang jangkrik tersebut keluarlah Air Suci yang kemudian diambil oleh Putra Ngurah Dalem Panji Sakti. Setelah itu, diperintahkanlah Putranya untuk melinggih di suatu daerah dimana ada Wantilan yang menggunakan atap Duk, daerah tersebut bernama Gianyar, di sanalah Putranya melinggih dengan nama Dewa Agung Jepang dan diberikan parekan Truna Tekor sebanyak 20 parekan. Kemudian ada keinginan Dewa Agung Jepang untuk berperang melawan Agung Taheban, akhirnya dikalahkanlah Agung Taheban dan lari ke Cakranegara, disanalah beliau menyerahkan semua kesaktiannya kepada Gusti Ngurah Panji Sakti.
Setelah Gusti Ngurah Panji Sakti melinggih di Puri Sukasada dan menguasai daerah Panji bersama saudara-saudaranya yakni Gusti Ngurah Melayu dan Gusti Ngurah Mucaling, dengan Papatihnya yang bernama Gusti Jelantik dan belasan parekan dari Watulepang, ada keinginan Aji-nya untuk pulang ke Alam Sunia dan dimohon kepada Putranya untuk tidak menghalangi (iklas) pada waktu kepulangannya nanti. Kemudian dinyalakanlah Api yang besar dan terjunlah Aji-nya ke dalam api tersebut, namun beliau kemudian diambil oleh Putranya, oleh karena itu dikutuklah Gusti Ngurah Panji Sakti oleh Aji-nya supaya semua keturunannya nanti pada waktu meninggalnya akan terlihat mayatnya (biasanya kalau mencapai Moksa, mayatnya tidak ada).
0 komentar:
Post a Comment